Gnostik: Sejarah dan Perkembangan Gnostik

History of Gnostic
Daftar isi:

Kesadaran terhadap Gnostik mulai muncul ketika bapak-bapak Gereja menyadai bahwa Gnostik merupakan ajaran yang menjadi penyesat terutama halnya konsep yang salah mengenai hal keselamatan. Namun dari awal sekali sebenarnya sifat-sifat gnosis ini sudah ada sejak zaman dulu ketika mulai munculnya agama-agama yang hadirnya dijuluki sebagai pencerahan seperti hiduisme, buddhisme, tao, atau agama-agama lainnya yang dihasilkan kebatinan. Bergnosis merupakan tindakan yang dilakukan orang-orang yang bergumul tentang asal hidup dan tujuan hidup dan puncaknya adalah perkara akhir atau keselamatan dan ini biasanya mereka capai melalui meditasi.

Agama Upanishad
Dalam sejarah agama Hindu lambat laun ritus-ritus, yang dibimbing oleh para brahmana, tidak memuaskan lagi, karena dianggap jalan keselamatan di dalamnya belum definitif. Untuk itu mulai dari abad yang ke-6 sebelum Masehi penganut agama Hindu tertentu mulai mencari jalan keluar yang akan membebaskan seorang manusia definitive dari kehidupan di dunia ini, sehingga dia tidak akan dilahirkan lagi. Inti dari agama Weda Upanishad ialah, bahwa setiap mahkluk mempunyai semacam jiwa, disebut atman yang berasal dari dasar kesatuan universal, Brahman. Atau dengan kata lain, setiap manusia (sebenarnya setiap mahkluk) adalah semacam mikrokosmos yang berasal dari makrokosmos, mencermin makrokosmos itu di dunia ini. Untuk membebaskan diri dari kehidupan di dunia ini, seorang manusia harus melalui yoga jnana, mengambil jalan pengetahuan. Karena seorang manusia melalui proses reinkarnasi ‘dipenjarakan’ di dunia ini, dia harus mengetahui jalan untuk melepaskan diri dari kehidupan di dunia ini. Pengertian, bahwa dia punyai atman sebagai bagian dalam diri sendiri yang tidak akan mati, yang abadi, sangat penting dalam yoga jnana ini. Untuk membebaskan atman dari kehidupan di dunia ini, dari reinkarnasi, seorang manusia harus mengundurkan diri dari kehidupan sosial, masuk dalam hutan dan di bawah bimbingan seorang guru bertapa di hutan dan secara itu menemukan pengetahuan, bahwa kehidupan di dunia ini fana. Jika dia menemukan pengetahuan tersebut dia bisa menyelesaikan kehidupnya sebagai seorang pengemis, yang sama sekali tidak lagi terikat pada dunia ini. Jika dia mati, atmannya akan disatukan lagi dengan Brahman, sumber dari mana dia berasal dan dia tidak akan dilahirkan lagi. Itu biasnya disebut moksa. Oleh karena itu dunia ini digambarkan sangat negatif dalam Upanishad-upanishad, karena memenjarakan atman seorang manusia, (sebenarnya setiap mahkluk).

Agama Budha
Dalam zaman yang sama Siddharta Gautama, lebih terkenal dengan ‘gelarnya’ Sang Buddha, mencari jalan keluar yang mirip. Awal mula dia hidup dalam kemewahan. Tetapi waktu dia dikonfrontasikan dengan seorang sakit, seorang mati, seorang lanjut usia dan seorang miskin, dia mengerti, bahwa kehidupan tidak hanya terdiri atas menikmati kemakmuran. Oleh karena itu dia meninggalkan istananya, isteri dan anakanya dan masuk dengan 5 teman dalam hutan untuk bertapa di sana dan mencari inti misteri kehidupan. Di hutan mereka berenam hidup dari hasil yang dapat ditemukan di hutan, kadang-kadang mencukupi, tetapi sering kali tidak mencukupi, sehingga mereka lapar dan sakit. Bagi Gautama Siddharta kehidupan seperti itu hanya berarti menyiksa diri, penderitaan, dan hal itu sama sekali tidak bermanfaat. Maka dia mulai makan minum lagi dan sesudahnya menerima pencerahan di bawah pohon boddhi, menjadi Buddha (Buddha berarti seorang yang mencapai pencerahan) dan mengerti, bahwa inti kehidupan adalah penderitaan. Kehidupan di dunia ini fana, maka seorang manusia harus mencari jalan untuk membebaskan diri dari kehidupan ini. Hal itu bisa melalui meditasi, hidup sebagai seorang bhikkhu/ni dan melalui delapan jalan mulia menjadi seorang arhat, siap untuk menjadi Buddha. Tetapi pembebasan juga bisa dicapai melalui pengertian. Agama Buddha tidak mengenal atman, maka di dalam manusia sendiri tidak ada sesuatu yang abadi. Jika seorang manusia mengerti akan hal itu, dia bisa masuk dalam nirwana, suatu kenyataan yang lain, yang sama sekali tidak diketahui dan tidak bisa dibayangkan oleh manusia di dunia ini. Maka juga untuk agama Buddha dunia ini tidak baik, karena itu berarti penderitaan. Jika seorang manusia masih mempunyai nafsu, dia tetap terikat dengan dunia ini, maka akan lahir lagi. Di agama Buddha hal itu disebut proses tumimbal-balik, bukan reinkarnasi, karena mereka tidak mengakui atman, jiwa. Oleh karena itu nafsu, terikatan kepada dunia ini, dianggap sebagai hasil dari kebodohan dan harus dimatikan. Maka dalam zaman yang sama baik agama Hindu maupun agama Buddha mengambil kesimpulan, bahwa kehidupan di dunia ini berarti hidup dalam semacam penjara, dalam penderitaan, dalam kegelapan, maka seorang manusia harus membebaskan diri dari keterikatan dengan dunia ini dan hal itu bisa melalui pengetahuan, pengertian, meditasi.

Perkembangan Gnostik
Seperti telah disebut di atas, antara kira-kira 300 sebelum Masehi sampai 300 sesudah Masehi terjadi dalam Negara Romawi, yang berkembang dari negara kota menjadi kekaisaran luas, perubahan-perubahan besar dalam agama-agama. Sebagai contoh: dalam zaman yang sama, di dalam agama Yahudi, muncul macam-macam aliran dan sekte misalnya apokaliptik, pikiran tentang suatu dunia baru, yang akan datang pada akhir zaman. Dalam zaman Yesus di agama Yahudi ada macam-macam aliran seperti para Essena, orang yang hidup dengan askese tinggi, karena mereka merasa bahwa hal itu syarat mutlak untuk mencapai keselamatan. Askese berarti menjauhkan diri dari kemewahan dunia ini dan jangan terikat kepadanya. Ada kelompok Farisi, yang fanatik mengikuti peraturan-peraturan agama, ada kelompok Zelot, yang mau perubahan politik jika tidak bisa lain, bahkan dengan kekerasan. Juga ada sekte Qumran.
            Dalam filsafat Yunani berkembang pikiran Plato dan neo-Platonis yang pada inti mengajar, bahwa ada satu dunia sempurna, di mana semua ide-ide (eidos) sempurna. Di bumi ini hanya berkembang semacam naungan-naungan dari ide-ide sempurna itu. Maka ada dualisme antara bumi ini, yang kurang sempurna dan dunia eidos yang sempurna. Dalam zaman ini agama Kristen mulai berkembang. Awal mula sebagai suatu gerakan pengikut Yesus Kristus yang terutama diinspirasikan oleh entusiasme para saksi, yang dalam kehidupan mereka mengalami kehadiran Yesus atau bahkan menemani Yesus sebagai murid-murid-Nya. Tetapi karena gerekan ini menjadi makin lama makin besar, gerakan berubah ke arah satu lembaga, yang mencari identitasnya dan mulai mencoba merumuskan ajaran resmi. Karena orang Kristen sering dianiaya di kekaisaran Romawi lambat laun berkembang ajaran ortodoks yang ketat, sehingga orang Kristiani bisa membedakan siapa teman dan siapa musuh, siapa anggota  gerakan dan siapa tidak. Berdasarkan ajaran itu gnostik dianggap sebagai musuh, ajaran sesat dan ‘dimatikan’ oleh gereja resmi. (Tobias Churton, The Gnostics, London: George Weidenfeld & Nicolson Limited, 1990, hal. 50)
Dalam konteks kekaisaran ini juga berkembang gnostik Kristen. Gnosis adalah kata bahasa Yunani yang berarti pengetahuan. Inti dari gnostik ialah, bahwa manusia menjadi sadar, bahwa dunia ini sebenarnya ada dalam kegelapan, bahwa ada suatu dunia ilahi, yang terang, yang sempurna, maka jika seorang manusia mengetahui akan hal itu, karena di dalam manusia adalah suatu percikan api dari roh ilahi itu, dia bisa kembali ke dunia  ilahi  yang  sempurna itu.  Gnostik  berkembang sedikit  berbeda dalam  macam-macam konteks. Di Persia lain daripada di Yunani, dalam agama Yahudi lain daripada dalam agama Kristen. Pada zaman ini, terutama abad yang ke-2, orang Kristen mencoba untuk menghubungi agama Kristiani dengan gnostik yang memuat macam-macam ide tentang dunia, manusia dan Allah, yang populer pada waktu itu. Semacam proses sinkretisme. Beberapa ide berasal dari filsafat Yunani, ide yang lain dari agama Timur seperti Hindu, Buddha dan Zoroaster yang melihat kehidupan sebagai suatu konflik antara hal jasmani dan hal rohani, dunia dan roh, kenyataan yang lain. Beberapa ide juga berasal dari astrologi dan ilmu sirih/gaib. (Kurt Rudolph, Gnosis: The Nature and History of Gnosticism, San Francisco: Harper & Row Publishers 1987, hal. 54)
Awal mula gnostik terutama dikenal melalui tulisan-tulisan Bapak-Bapak Gereja yang melawan gnostik[1]  terutama Irenaeus, yang telah menyebut Injil Yudas. Dalam tahun 1945 ditemukan dokumen-dokumen di Mesir dekat Nag Hamadi (oleh karena itu disebut sebagai The Nag Hammadi Library), ditulis dalam bahasa Koptik dengan huruf Yunani dalam abad yang ke-4. Diperkirakan teks-teks itu adalah terjemahan dari teks- teks yang ditulis dalam bahasa Yunani dalam abad yang ke-2. Isi adalah macam-macam teks, yang dicirikan oleh pikiran gnostik. Secara itu gnostik diketahui langsung berdasarkan teks-teks seperti Injil Thomas (110-an), Injil Filipus, Injil Maria (awal 100- an), Injil Kebanaran (150-an), Buku Rahasia Yohanes (150-an) dan Ceramah Kedua Seth Agung ( 200an)[2]. Pustaka Nag Hammadi memuat macam-macam teks gnostik yang sangat beranekaragam. Injil Yudas, yang ditemukan pada tahun 1970 dekat El Minya di Mesir bersama dengan tiga dokumen lain, ke-empat dokumen disebut kodeks Tchacos, sangat mirip dengan teks-teks dalam Pustaka Nag Hammadi, sehingga kami boleh mengambil kesimpulan, bahwa Injil Yudas termasuk tradisi gnostik yang berkembang dalam kalangan Kristen di abad yang ke-2. Apalagi Injil ini disebut oleh Irenaeus (kira- kira 180 M). Sebelum penulis akan menilai peran Yudas dalam Injil Yudas berdasarkan ajaran gnostik, penulis lebih dulu akan membahas beberapa ciri umum dari gnostik..




[1]Adolph Harnack, History of Dogma, Volume one, Terjemahan. by Neil Buchanan from the 3th edition, (New York: Russel and Russel, 1958), 222-286

[2] Andrew Cockburn, “Injil Yudas. Sebuah teks kuno mengatakan, pengkhianat Kristus sepertinya murid yang paling baik”, Fotografi oleh Kenneth Garret, (National Geographic Indonesia, 2006), 64-81

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama