History of Gnostic |
- Gnostik: Apa itu Gnostik?
- Gnostik: Sejarah dan Perkembangan Gnostik
- Gnostik: Ciri Umum dan Ciri Khas Gnostik
- Gnostik: Ajaran Gnostik
- Gnostik: Tokoh-tokoh Gnostik
- Gnostik: Injil Palsu yang dipengaruhi Gnostik
- Gnostik: Perlawanan Gereja Mula-Mula Terhadap Gnostik
Agama Upanishad
Dalam
sejarah agama Hindu lambat laun ritus-ritus, yang dibimbing oleh para brahmana,
tidak memuaskan lagi, karena dianggap jalan keselamatan di dalamnya belum
definitif. Untuk itu mulai dari abad yang ke-6 sebelum Masehi penganut agama
Hindu tertentu mulai mencari jalan keluar yang akan membebaskan seorang manusia
definitive dari kehidupan di dunia ini, sehingga dia tidak akan dilahirkan
lagi. Inti dari agama Weda Upanishad ialah, bahwa setiap mahkluk mempunyai
semacam jiwa, disebut atman yang berasal dari dasar kesatuan universal,
Brahman. Atau dengan kata lain, setiap manusia (sebenarnya setiap mahkluk)
adalah semacam mikrokosmos yang berasal dari makrokosmos, mencermin makrokosmos
itu di dunia ini. Untuk membebaskan diri dari kehidupan di dunia ini, seorang
manusia harus melalui yoga jnana, mengambil jalan pengetahuan. Karena seorang
manusia melalui proses reinkarnasi ‘dipenjarakan’ di dunia ini, dia harus
mengetahui jalan untuk melepaskan diri dari kehidupan di dunia ini. Pengertian,
bahwa dia punyai atman sebagai bagian dalam diri sendiri yang tidak akan mati,
yang abadi, sangat penting dalam yoga jnana ini. Untuk membebaskan atman dari
kehidupan di dunia ini, dari reinkarnasi, seorang manusia harus mengundurkan
diri dari kehidupan sosial, masuk dalam hutan dan di bawah bimbingan seorang
guru bertapa di hutan dan secara itu menemukan pengetahuan, bahwa kehidupan di
dunia ini fana. Jika dia menemukan pengetahuan tersebut dia bisa menyelesaikan
kehidupnya sebagai seorang pengemis, yang sama sekali tidak lagi terikat pada
dunia ini. Jika dia mati, atmannya akan disatukan lagi dengan Brahman, sumber
dari mana dia berasal dan dia tidak akan dilahirkan lagi. Itu biasnya disebut
moksa. Oleh karena itu dunia ini digambarkan sangat negatif dalam
Upanishad-upanishad, karena memenjarakan atman seorang manusia, (sebenarnya
setiap mahkluk).
Agama
Budha
Dalam
zaman yang sama Siddharta Gautama, lebih terkenal dengan ‘gelarnya’ Sang
Buddha, mencari jalan keluar yang mirip. Awal mula dia hidup dalam kemewahan.
Tetapi waktu dia dikonfrontasikan dengan seorang sakit, seorang mati, seorang
lanjut usia dan seorang miskin, dia mengerti, bahwa kehidupan tidak hanya
terdiri atas menikmati kemakmuran. Oleh karena itu dia meninggalkan istananya,
isteri dan anakanya dan masuk dengan 5 teman dalam hutan untuk bertapa di sana
dan mencari inti misteri kehidupan. Di hutan mereka berenam hidup dari hasil
yang dapat ditemukan di hutan, kadang-kadang mencukupi, tetapi sering kali
tidak mencukupi, sehingga mereka lapar dan sakit. Bagi Gautama Siddharta
kehidupan seperti itu hanya berarti menyiksa diri, penderitaan, dan hal itu sama
sekali tidak bermanfaat. Maka dia mulai makan minum lagi dan sesudahnya
menerima pencerahan di bawah pohon boddhi, menjadi Buddha (Buddha berarti
seorang yang mencapai pencerahan) dan mengerti, bahwa inti kehidupan adalah
penderitaan. Kehidupan di dunia ini fana, maka seorang manusia harus mencari
jalan untuk membebaskan diri dari kehidupan ini. Hal itu bisa melalui meditasi,
hidup sebagai seorang bhikkhu/ni dan melalui delapan jalan mulia menjadi
seorang arhat, siap untuk menjadi Buddha. Tetapi pembebasan juga bisa dicapai
melalui pengertian. Agama Buddha tidak mengenal atman, maka di dalam manusia
sendiri tidak ada sesuatu yang abadi. Jika seorang manusia mengerti akan hal
itu, dia bisa masuk dalam nirwana, suatu kenyataan yang lain, yang sama sekali tidak
diketahui dan tidak bisa dibayangkan oleh manusia di dunia ini. Maka juga untuk
agama Buddha dunia ini tidak baik, karena itu berarti penderitaan. Jika seorang
manusia masih mempunyai nafsu, dia tetap terikat dengan dunia ini, maka akan
lahir lagi. Di agama Buddha hal itu disebut proses tumimbal-balik, bukan
reinkarnasi, karena mereka tidak mengakui atman, jiwa. Oleh karena itu nafsu,
terikatan kepada dunia ini, dianggap sebagai hasil dari kebodohan dan harus
dimatikan. Maka dalam zaman yang sama baik agama Hindu maupun agama Buddha
mengambil kesimpulan, bahwa kehidupan di dunia ini berarti hidup dalam semacam
penjara, dalam penderitaan, dalam kegelapan, maka seorang manusia harus
membebaskan diri dari keterikatan dengan dunia ini dan hal itu bisa melalui
pengetahuan, pengertian, meditasi.
Perkembangan
Gnostik
Seperti
telah disebut di atas, antara kira-kira 300 sebelum Masehi sampai 300 sesudah
Masehi terjadi dalam Negara Romawi, yang berkembang dari negara kota menjadi
kekaisaran luas, perubahan-perubahan besar dalam agama-agama. Sebagai contoh:
dalam zaman yang sama, di dalam agama Yahudi, muncul macam-macam aliran dan
sekte misalnya apokaliptik, pikiran tentang suatu dunia baru, yang akan datang
pada akhir zaman. Dalam zaman Yesus di agama Yahudi ada macam-macam aliran
seperti para Essena, orang yang hidup dengan askese tinggi, karena mereka
merasa bahwa hal itu syarat mutlak untuk mencapai keselamatan. Askese berarti
menjauhkan diri dari kemewahan dunia ini dan jangan terikat kepadanya. Ada
kelompok Farisi, yang fanatik mengikuti peraturan-peraturan agama, ada kelompok
Zelot, yang mau perubahan politik jika tidak bisa lain, bahkan dengan
kekerasan. Juga ada sekte Qumran.
Dalam
filsafat Yunani berkembang pikiran Plato dan neo-Platonis yang pada inti
mengajar, bahwa ada satu dunia sempurna, di mana semua ide-ide (eidos)
sempurna. Di bumi ini hanya berkembang semacam naungan-naungan dari ide-ide
sempurna itu. Maka ada dualisme antara bumi ini, yang kurang sempurna dan dunia
eidos yang sempurna. Dalam zaman ini agama Kristen mulai berkembang. Awal mula
sebagai suatu gerakan pengikut Yesus Kristus yang terutama diinspirasikan oleh
entusiasme para saksi, yang dalam kehidupan mereka mengalami kehadiran Yesus
atau bahkan menemani Yesus sebagai murid-murid-Nya. Tetapi karena gerekan ini
menjadi makin lama makin besar, gerakan berubah ke arah satu lembaga, yang
mencari identitasnya dan mulai mencoba merumuskan ajaran resmi. Karena orang
Kristen sering dianiaya di kekaisaran Romawi lambat laun berkembang ajaran ortodoks
yang ketat, sehingga orang Kristiani bisa membedakan siapa teman dan siapa
musuh, siapa anggota gerakan dan siapa
tidak. Berdasarkan ajaran itu gnostik dianggap sebagai musuh, ajaran sesat dan
‘dimatikan’ oleh gereja resmi. (Tobias Churton, The Gnostics, London: George Weidenfeld & Nicolson Limited,
1990, hal. 50)
Dalam
konteks kekaisaran ini juga berkembang gnostik Kristen. Gnosis adalah kata
bahasa Yunani yang berarti pengetahuan. Inti dari gnostik ialah, bahwa manusia
menjadi sadar, bahwa dunia ini sebenarnya ada dalam kegelapan, bahwa ada suatu
dunia ilahi, yang terang, yang sempurna, maka jika seorang manusia mengetahui
akan hal itu, karena di dalam manusia adalah suatu percikan api dari roh ilahi
itu, dia bisa kembali ke dunia
ilahi yang sempurna itu.
Gnostik berkembang sedikit berbeda dalam
macam-macam konteks. Di Persia lain daripada di Yunani, dalam agama
Yahudi lain daripada dalam agama Kristen. Pada zaman ini, terutama abad yang
ke-2, orang Kristen mencoba untuk menghubungi agama Kristiani dengan gnostik
yang memuat macam-macam ide tentang dunia, manusia dan Allah, yang populer pada
waktu itu. Semacam proses sinkretisme. Beberapa ide berasal dari filsafat
Yunani, ide yang lain dari agama Timur seperti Hindu, Buddha dan Zoroaster
yang melihat kehidupan sebagai suatu konflik antara hal jasmani dan hal rohani,
dunia dan roh, kenyataan yang lain. Beberapa ide juga berasal dari astrologi
dan ilmu sirih/gaib. (Kurt Rudolph, Gnosis:
The Nature and History of Gnosticism, San Francisco: Harper & Row
Publishers 1987, hal. 54)
Awal
mula gnostik terutama dikenal melalui tulisan-tulisan Bapak-Bapak Gereja yang
melawan gnostik[1] terutama Irenaeus, yang telah menyebut Injil
Yudas. Dalam tahun 1945 ditemukan dokumen-dokumen di Mesir dekat Nag Hamadi
(oleh karena itu disebut sebagai The Nag Hammadi Library), ditulis dalam bahasa
Koptik dengan huruf Yunani dalam abad yang ke-4. Diperkirakan teks-teks itu
adalah terjemahan dari teks- teks yang ditulis dalam bahasa Yunani dalam abad
yang ke-2. Isi adalah macam-macam teks, yang dicirikan oleh pikiran gnostik.
Secara itu gnostik diketahui langsung berdasarkan teks-teks seperti Injil Thomas
(110-an), Injil Filipus, Injil Maria (awal 100- an), Injil Kebanaran (150-an),
Buku Rahasia Yohanes (150-an) dan Ceramah Kedua Seth Agung ( 200an)[2]. Pustaka Nag Hammadi
memuat macam-macam teks gnostik yang sangat beranekaragam. Injil Yudas, yang
ditemukan pada tahun 1970 dekat El Minya di Mesir bersama dengan tiga dokumen
lain, ke-empat dokumen disebut kodeks Tchacos, sangat mirip dengan teks-teks
dalam Pustaka Nag Hammadi, sehingga kami boleh mengambil kesimpulan, bahwa
Injil Yudas termasuk tradisi gnostik yang berkembang dalam kalangan Kristen di
abad yang ke-2. Apalagi Injil ini disebut oleh Irenaeus (kira- kira 180 M).
Sebelum penulis akan menilai peran Yudas
dalam Injil Yudas berdasarkan ajaran gnostik, penulis
lebih dulu akan membahas beberapa ciri umum dari gnostik..
Baca selanjutnya: Gnostik: Ciri Umum dan Ciri Khas Gnostik
[1]Adolph
Harnack, History of Dogma, Volume one,
Terjemahan. by Neil Buchanan from the 3th edition, (New York: Russel and Russel, 1958),
222-286
[2] Andrew Cockburn, “Injil Yudas. Sebuah teks kuno
mengatakan, pengkhianat Kristus sepertinya murid yang paling baik”, Fotografi
oleh Kenneth Garret, (National
Geographic Indonesia, 2006),
64-81
Posting Komentar