Illustrating: Render to Caisar |
Membayar Pajak Dengan Taat (Matius 22:21, Matius 17:27)
Dalam
nats Matius 22:21 Yesus memberikan perintah mengenai ketaatan dalam membayar
pajak. Dimana pada saat itu terjadi perdebatan di halaman Bait Allah antara
Yesus dengan orang Yahudi mengenai politik dan agama. Didalam ayat 21
dituliskan oleh Matius: “Berikanlah kepda kaisar apa yang wajib kamu ebrikan kepada
kaisar....” (LAI). avpo,dote ou=n ta. Kai,saroj Kai,sari (Yunani),
Render therefore unto Caesar the things which are Caesar's (KJV), berilah
kepada Kaisar apa yang milik Kaisar (LAI TB). Bahasa Yunani menggunakan istilah
berikanlah dengan “avpo,dote”, kata apodote merupakan kata perintah/imperatif, aoris
aktif orang ke-2 jamak (kalian). Arti harfiah apodidómi diketahui terjemahannya
dengan istilah to give up, give back, return, restore. dihubungkan kepada
memberi dalam bentuk pembayaran, memberikan kembali, atau kewajiban untuk
membayarkan kembali apa yang wajib dibayarkan. Maka didalam teks ini Yesus
memerintahkan kita bahwa kita wajib memberikan apa yang harus kita berikan
kepada negara. Didalam teks lain kata “apodidomi” juga digunakan untuk memberikan
kewajiban (Matius 5:26; Lukas 7:22).
Dalam perkataan
Yesus diatas adalah kasus imperatif/perintah, wajib dilaksanakan. Ini sama
sekali berbeda dengan kata “undangan” atau “himbauan”, karena undangan dan
himbauan dapat dilaksanakan dan dapat pula tidak dilaksanakan, secara moral
tidaklah masalah besar. Akan tetapi perintah adalah hal yang harus
dilaksanakan, sehingga perintah Yesus didalam pembayaran pajak kepada kaisar
adalah sesuatu hal yang harus dilaksanakan.
Memang
bagi orang Yahudi yaitu kaum jelot sendiri membayar pajak kepada pemimpin kafir
adalah pantangan bagi mereka[1]. sehingga mereka melontarkan
pertanyaan “apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?”, dan
itu digunakan oleh orang Farisi untuk mencari kesalahan Yesus dan menjeratnya,
menurut peneliti orang Yahudi tersebut mengira karena Yesus adalah seorang yang
jujur dan mengajar jalan Allah dan tidak takut kepada siapappun juga termasuk
kepada kaisar sehingga ia tidak akan membayar pajak kepada kaisar karena
hal-hal itu. Histori dari pada pembicaraan ini adalah kaisar Romawi yang kafir
itu sudah menjajah orang Yahudi, dan dengan hati yang sangat berat mereka
membayar pajak kepadanya. Kaum Zelot
tidak boleh membayar pajak kepada penjajah kafir, sebaliknya, orang-orang
farisi berpendapat bahwa orang Yahudi boleh membayar pajak kepada Kaisar,
selama Tuhan masih membiarkan pemerintah penjajah itu; mereka mengharap supaya
Tuhan mendatangkan Sang Mesias untuk memerdekakan mereka.[2] Dalam pernyataan ini pun kaum
farisi tidaklah pula sejalan dengan Yesus bahwa mengembalikan apa yang dari
kaisar diperbolehkan akan tetapi justru orang farisi dalam hal ini berdalih
untuk tidak sama seperti kamu Zelot. Disitulah perbedaannya.
Andaikata Yesus mengatakan
dengan terus terang bahwa pajak kepada kaisar boleh dibayar, maka orang-orang
Yahudi yang beberapa hari akan mengelu-elukan Yesus sebagai Mesias (lih.
21:6-9) akan menjadi kecewa betul; mereka akan menyangka bahwa tidak mungkin
Mesias, raja Israel itu mengajak bangsa Israel membayar pajak kepada orang
kafir. Dan Andaikata Yesus mengatakan bahwa orang Yahudi tidak boleh membayar pajak kepada Kaisar Romawi, maka Mahkamah
Agama dapat menyerahkan Yesus kepada gubernur Romawi (Pilatus) sebagai seorang
pemberontak. (bdk. Luk. 20:20).
Maka hasilnya bahwa ada dua
alasan bagi Yesus mengatakan: “berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu
berikan kepada Kaisar..”
Alasan pertama, bahwa pada zaman itu uang yang diatas gambar Kaisar Romawi
dianggap sebagai kepunyaan kerajaan Romawi; jadi cocok kalau kepunyaan kausar
diberi kepadanya. Banyak para ahli yang terkenal (misalnya Prof. W. Grundamann,
Prof. W. Barclay dan Prof. E. Stauffer) menerjemahkan kata Yunani apodidomi bukan dengan “berikanlah”, melainkan dengan “kembalikanlah” uang itu kepada Kaisar”.
Broadus menyadurnya, “kamu memperoleh ini dari Kaisar, banyarkan kembali
kepadanya”.[3]
Untuk itu semua warga harus membayar (bdk. Rm 13:1-7)
Alasah kedua, bahwa, dengan membawa uang Romawi dalam pundinya,
orang-orang Yahudi sudah menerima pemerintahan Kaisar Romawi. Orang Yahudi
menggunakan pemerintakan Romawi membawa hal yang baik dan memelihara ketertiban
di Palestina, dapat berdagang, membeli ladangnya dengan aman. Apa salahnya
kalau “membalas jasa orang Yahudi dengan membayar pajak? Pendek kata, Yesus
tidak melihat keberatan terhadap hal membayar pajak kepada Kaisar Romawi.[4]
Tetapi Yesus menambah
“berikanlah kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah”. Menurut
kewajiban tertinggi; andaikata Kaisar menuntut perbuatan-perbuatan yang melawan
kehendak Tuhan, maka perintah Kaisar harus ditolak. Dalam ungkapan Yesus di
ayat 21 kewajiban terhadpaTuhan membatasi terhdapa Kaisar, mengapa Yesus
memberikan perintah in secara imperatif dan aoris yang menyatakan suatu lekas
dan keharusan, Yesus menunjukkan agar orang-orang Kristen dari segala zaman
diajar disini supaya menaati pemerintah sejauh pemerintahan itu tidak menentang
kehendak Allah. Pemerintah (bahwa pemerintah kafir Romawi) tidak dianggap
rendah oleh Yesus, namun dihormati dan ditaati. Editor Charles F. Preiffer dan
Everett F. Harrison, penyunting buku berjudul Tafsiran Alkitab Wycliffe menuliskan:
“Di sini kewajiban rohani
dianggap sebagai terpisah, walau bukan tanpa hubungan. Tunduk secara benar
kepada kekuasaan pemerintah merupakan bagian dari kewajiban rohani (1 Petrus
2:13-15), tetapi seorang percaya akhirnya harus selalu tunguk kepada kehendak
Allah (Kis. 4:19, 20).[5]
Berkenaan
menganai ketaatan Yesus membayar pajak kepada Kaisar, didalam Matius 17:24-27 juga menceritakan Yesus membayar pajak
untuk bait Allah. Kristus pada waktu itu sedang berada di Kapernaum, markas
besar-Nya, tempat Ia paling sering menetap. Ia tidak menghindar dari situ
supaya dapat menghindari kewajiban membayar bea, sebaliknya Ia datang ke sana,
siap untuk membayar. Yesus berkata “bayarkanlah kepada mereka”, do.j auvtoi/j avnti. (Yunani), give unto them (KJV), give it to them (NIV). Yesus
menyuruh Petrus untuk membayarkan bea untuk bait Allah. Bahasa Yunani
menggunakan istilah “dos” dari kata dasar δίδωμι. kata kerja imperatif aoris aktif orang ke-2 tunggal. Kata
perintah yang diberikan Yesus dalam nats ini pun memiliki kasus yang sama,
yaitu kasus imperatif dengan kata dasar yang sama dengan teks dalam Matius
22:21. Dalam teks ini Yesus menyuruh murid-muridnya membayarkan bea atau pajak
untuk bait Allah yang mereka tempati untuk beribadah. Dalam hal ini secara
gramatikal teks ini dapat di terjemahkan harus
kau berikan itu kepada mereka (bait suci). Dengan pernyataan tersebut
tampak ketaatan Yesus untuk memberikan bea, didalam perikop yang membahas kisah
ini, Yesus berkata “tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi
mereka”. Sangat perlu untuk kita pahami maksud perkataan Yesus disini.
Kalau kita membahas lebih dalam latar belakang dan
histori yang diangkat dari nats Matius 17:24-27, sehingga mengapa Yesus harus
membayar bea cukai atau pajak kepada Bait Allah, maka kita akan mendapat makna
yang dalam setelah ketaatan Yesus didalam membayar pajak.
Awalanya
Yesus mempergunakan sebuah perumpamaan, menurut kebiasaan-Nya. ia bertanya
kepada Petrus: “Dari siapakah raja-raja duniawi memungut bea? (dalam istilah
Yunani jika diteliti adalah dengan “cukai”) dan pajak?, dari anak-anaknya atau
dari orang yang lain?” dalam bahasa Yuani dikatakan “huioi”, yang berarti
“anak-anak lelaki”. Terjemahanan LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) beranggapan
bahwa “anak-anak raja” berarti “rakyat raja”, tetapi mungkin lebih tepat kalau
kita menganggap bahwa “anak-anak raja”, itu menandakan anak raja secara penuh,
yakni pangeran-pangeran.
Para
penafsir berpendapat pangeran-pangeranlah (princes) yang dimaksudakan, dan
begitulah juga pendapat Revised Standard Version (RSV), terjemahan inggris yang
terjemahan inggris yang terkenal itu, yang menuliskan “from their sons of from
others.” Seorang pangeran tidak perlu membayar pajak kepada raja, sebab raja
itu bapanya sendiri. Dengan tepat Petrus menjawab,bahwa pajak dipungut dari
orang lain. Kemudian Yesus menarik kesimpulan bahwa pangeran-pangeran adalah
bebas dari pajak, dan rupanya maksud Yesus ialah bahwa anak-anak Allah tidak
mempunyai kewajiban untuk membayar bea untuk Bait Allah. Bait Allah adalah
rumah Bapa-Nya sendiri. Penarfsir seperti Dr. A. Edersheim[6], Prof. J.H Bavick dan Prof.
H. Ridderbos[7],
yang berpendapat bahwa disini yang dimaksudkan Yesus hanyalah diri-Nya sendiri.
Ia adalah Anak Allah, oleh sebab itu Ia tidak diwajibkan membayar bea untuk
Bait Allah yang rumah Bapa-Nya sendiri. Ada juga yang menafsirkan bahwa
anak-anak raja pada ayat 26 dan 26 berarti semua orang yang telah menerima
Kristus dan yang dengan jalan itu telah menjadi anak-anak Allah, sehingga
mereka bebas dari pajak tersebut. Namun, kita lihat lagi diayat yang ke 27
Yesus berkata “tetapi supaya jangan kita menjadi baru sandungan bagi mereka”.
Selain
dari pada ketaatan Yesus dan tidak menjadi batu sandungan orang-orang di Bait
Suci, ternyata menurut J. Jeremias, dalam bukunya Neuestamentliche Theologie I, mengatakan bukan hanya sekedar taat
atau pun tidak menjadi batu sandungan namun sangat kontras dengan hal tersebut
ayat ini dimaknai untuk mempererat hubungan Bapa dengan Anaknya. Sebelumnya, memberi
bea kepada bait Allah adalah kewajiban bagi orang Yahudi yang menganggap Tuhan
Allah terutama Raja harus dihormati
dan ditaati, dan sebab itu mereka patuh terhadap peraturan dan hukum. Namun, ada
penafsiran yang berkata orang-orang Kristen didorong oleh cinta kasih kepada
Bapanya di Sorga; mereka tidak terikat kepada bea tahunan bagi Bait Allah itu.
apalagi di Kel. 30:11-16.[8]
Namun
makna yang diberikan Yesus disini adalah perlunya taat kepada peraturan. Dan jangan
kiranya menjadikan sebuah kewajiban yang menjadikan orang-orang percaya
memiliki hubungan yang erat dengan Allah dan sesamanya akan tetapi tanpa
peraturan pun kita masih tetap memiliki hubungan yang intim dengan Allah.
[1] De. Heer, J.J, Tafsiran Alkitab Injil Matius Pasal 1-22. 434
[2] Ibid,
[3] Broadus , Commentary on Matthew. 453
[4] De Heer, J.J, Tafsiran Alkitab Injil Matius Pasal 1-22.
435
[5] Charles F. Preiffer
dan Everett F. Harrison, Tafsiran Alkitab
Wycliffe, (Malang: Gadum Mas, 2001), 99
[6] A. Ederheim, The Life and Times of Jesus the Messiah Jilis
2, (Grand Rapids, 1947), 105
[7] H. Ridderbos, Matthew’s Witness to Jesus Christ (World
Christian Books)
Posting Komentar