Gnostik: Ciri Umum dan Ciri Khas Gnostik

Illustrated
Daftar Isi:
Untuk mengetahui gnostik atau gnostisisme lebih dalam, kami akan mulai dengan mengambil alih definisi yang diberi oleh seorang ahli di bidang gnostik Kurt Rudolph.[1] Ide inti atau mitos inti dari gnostik adalah: Ide bahwa dalam manusia adalah percikan api (pneuma, roh) ilahi, yang berasal dari dunia ilahi dan jatuh dalam bumi ini yang dicirikan oleh kepercayaan pada nasib, proses kelahiran dan kematian. Percik api ilahi  ini  harus dibangunkan kembali oleh mitra  ilahi, sehingga akhirnya dipulihkan kembali  ke  dunia ilahi. Dari  ide ini berasal unsur-unsur berikutnya dalampikirian gnostik[2]:
a)    Pertama-tama dualisme. Dualisme berarti, bahwa baik dalam penciptaan maupun dalam diri manusia hadir campuran dari kebaikan dan kejahatan, yang dapat dibedakan. Hal itu juga berlaku untuk Allah. Menurut gnostik ada satu Allah yang transenden yang baik yang hampir tidak dapat dikenal dán Allah yang menciptakan dunia. Maka Allah yang benar dan Allah pencipta dalam buku Kejadian sama sekali tidak sama untuk pengikut ajaran gnostik.
b)    Yang berikut adalah kosmogoni. Dalam kosmos, penciptaan, juga terjadi dualisme. Adalah kontras antara terang dan kegelapan, antara jiwa/roh dan materi/daging, antara pengetahuan dan kebodohan atau pelupa. Terang, jiwa, roh, pengetahuan adalah hal yang baik, merupakan ‘percikan api ilahi’ dalam manusia. Sebaliknya kegelapan, materi, kebodohan dan pelupaan adalah jahat. Maka dari awal mula penciptaan, kebaikan dan kejahatan hadir dalam dunia ini. Maka dunia fisik, materiel dianggap sebagai jahat, jelek, tidak berkualitas.
c)    Soteriologi atau keselamatan adalah tahap berikutnya. Keselamatan dan penebusan pertama-tama dianggap sebagai pengetahuan tentang kodrat dualistis  dunia  ini.  Yang harus  diselamatkan adalah  jiwa  atau  roh  dalam seorang pribadi, bukan daging. Maka tidak ada kebangkitan badan. Nanti kami akan memberi dua contoh, melalui kutipan teks-teks gnostik, tentang kematian Yesus. Bagi orang gnostik badan Yesus tidak bangkit, tetapi Roh, jiwa Yesus dibebaskan dari tubuh-Nya, dari kehidupan di dunia jahat ini.
d)    Eskatologi atau ajaran tentang hari akhirat, akhir sejarah, berarti seseorang mengerti bahwa tujuan terakhir keberadaan diarahkan kepada penebusan jiwa dan pemulihan penciptaan dalam ‘kesempurnaan’ atau pleroma, tempat di mana hanya ada keterangan, kebaikan ilahi. Untuk tiba di sana seseorang harus memprioritaskan bidang spritual di tengah bidang-bidang kehidupan lain, membangun hubungan dengan dunia spiritual itu dan memisahkan diri sebanyak mungkin dari dunia fisik, dunia daging dan materi yang jahat.

e)    Pengetahuan tentang kehidupan jemaat dan kultus-kultus, tentang cara ibadah/sembahyang dan orang-orang yang bertanggungjawab untuk pemeliharaan pikiran-pikiran gnostik sangat terbatas. Diketahui ada praktek- praktek tertentu selain pembaptisan.

Secara singkat ciri-ciri khas gnostik dapat disebut sebagai berikut[3]:
a.    Suatu dualisme kosmis, yang menolak dunia dengan seluruh isinya. Badan ragawi adalah penjara jiwa, maka jiwa ingin melepaskan diri dari badan.
b.    Perbedaan antara Allah yang benar, yang tidak diketahui dan transenden dan pencipta dunia, Demiurge, yang sering kali disamakan dengan Jahweh, Allah Perjanjian Lama.
c.    Kepercayaan bahwa umat manusia mempunyai dasar sama dengan yang ilahi, karena percikan api dari terang surgawi dipenjarakan dalam badan ragawi.
d.    Satu mitos untuk menceriterakan kejatuhan suatu mahluk surgawi sebelum dunia diciptakan untuk menjelaskan bahwa manusia sekarang mengalami situasi sulit. Maka hal itu tidak akibat dosa manusia, tetapi juga tidak berasal dari Allah.
e.    Gnosis menyelamatkan. Melalui gnosis pembebasan diwujudkan, karena pengikut gnostik melalui ajaran gnostik menjadi sadar akan pengetahuan tentang sifat aslinya dan asal-usul surgawinya. Yesus sering kali diberi peran dalam proses ini sebagai seorang yang mengungkapkan rahasia gnosis ini, bukan sebagai seorang yang menyelamatkan umat manusia melalui kematian dan kebangkitanNya.

Hal itu bisa dijelaskan dengan ringkasan sistem Valentinus. Dasar abadi dari semua keberadaan ialah Abyss (Bythos) yang tidak terbatas dan tidak dapat diukur. Dalam dia  adalah  keheningan dan dalam  keheningan dia  menciptakan akal (maskulin) dan kebenaran (feminin). Oleh akal dan kebenaran diciptakan firman dan kehidupan dan dari mereka berasal manusia dan gereja. Dua pasangan terakhir, juga disebut aeons masih menciptakan 22 keberadaan, aeons, baru, sehinga pleroma, kepenuhan, diciptakan terdiri atas 30 aeons, 15 pasangan. Aeon yang terakhir, Sophia, kebijaksanaan, mencoba untuk mengetahui siapa Abyss,dan oleh karena itu dia sendirian, tanpa pasangannya, menciptakan suatu keberadaan baru, Demiurge. Waktu dia kesal atas kesalahannya, dia boleh masuk dalam pleroma lagi. Demiurge tidak sadar, bahwa masih ada keberadaan lebih tinggi daripada dia. Dia berpikir dialah yang paling tinggi dan menjadi pencipta dari kosmos. Dia juga menciptakan manusia, yang baru mulai hidup, waktu Demiurge meniup sebagian dari roh,  yang dia diterima dari Sophia, di dalamnya. Kemanusiaan dibagi dalam tiga tingkatan: Manusia yang hanya ragawi, materi, mereka tidak bisa diselamatkan; manusia yang mempunyai roh, pneuma, mereka bisa mencapai keselamatan dan kembali ke pleroma karena mereka ditolong oleh Sophia dalam perjalanan ke pleroma, karena Sophia mau menerima kembali percikan api ilahi yang berasal dari dia; tingat ketiga ada manusia di tengah-tengah, mereka punyai jiwa, psyche, dan mereka dapat diselamatakan untuk sebagian, tidak sepenuhnya, di luar pleroma jika mereka memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut tradisi Valentinus orang-orang yang mempunyai percikan api roh ilahi akan dibantu oleh Kristus yang memperkenalkan diri dalam manusia Yesus, yang menyadarkan mereka, bahwa mereka punyai roh sehingga mereka dapat kembali ke pleroma, dunia ilahi yang sempurna. Kristus masuk dalam Yesus pada waktu Yesus dibaptis dan meninggalkan Yesus sebelum penderitaannya mulai. Maka Kristus menunjuk gnosis sebagai jalan pembebasan pada orang yang mempunyai roh, atau percikan api ilahi. Pembebasan itu tidak tergantung dari perilaku, etika manusia, tetapi dari kesadaran, pengetahuan, bahwa dia punyai percikan api roh Ilahi.

Baca selanjutnya:  Gnostik: Ajaran Gnostik


[1] Kurt Rudolph, The Missing Gospels: Unearthing the Truth behind Alternative Christianities, (Nashville, Tennessee: Thomas Nelson Inc. 2006),18-20.

[2] Rudolph, p. 57
[3] Wilson,  McL.,  “Gnosticism”,  dalam:  Cohn-Sherbok,  Dan  +  John  M.  Court,  eds., Religious Diversity in the Graeco Roman World. A Survey of recent Scholarship, The Biblical Seminar 79, (Sheffield: Sheffield Academic Press 2001), 164-181

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama