Filsafat Agama: Konsep Kebenaran Menurut Tradisi Agama-agama

Philosophy of Religion
Daftar isi:

Di dalam dunia ini terdapat lima agama besar yakni: Hindu, Buddha, Yudaisme, Kristen dan Islam. Masing-masing agama ini dimulai dari tempat yang berbeda dengan lingkungan konteks yang berbeda:
  1. Hindu dan Buddha, umpamanya, berasal dari India, yang kemudian menyebar ke Asia, juga ke China, yang mempengaruhi Con Fu Cianisme, Zen, Taoisme, dan Tri Dharma, yang hidup berdampingan dengan rukun. 
  2. Yudaisme, dimulai di Israel dengan lingkungan budaya “Ancient Near East dan Babilonia. 
  3. Kristen, lahir di abda pertengahan, di lingkungan dunia Hellenis dan pemerintahan Romawi dan juga dipengaruhi filsafat Neo-Platonic maupun Stoia. Kekristenan kemudian berkembang di Eropa/Barat dan menjadi bagian dari budaya Barat yang menjadi superioritas budaya. 
  4. Islam, berasal dari tanah Arab, yang kemudian mengendalikan seluruh budaya masyarakat Arab untuk menyerah pada budaya Islam.
  5. Memasuki abad ke 20, orang-orang berusaha mengadaptasi budaya atau lingkungannya dengan iman sehingga lahirlah modernisme, liberalisme, dan theologi liberal dengan filsafat pluraismenya (sinkretisme).
Setiap agama atau filsafat memiliki tradisi kebenaran tersendiri dan mengklaim superioritas kebenaran yang mereka miliki. Mereka berusaha satu sama lain untuk menjadikan kebenaran sendiri menjadi kebenaran mutlak dan universal sehingga budaya kebenaran agama ingin menjadikan dunia ini sebagai “global village”, dengan “self-evident” faith, dan meng-encounter kebenaran agama lain dengan tidak bijaksana. Mereka berpendapat apabila pemeluk-pemeluk kebenaran agama di seluruh dunia memiliki kebenaran yang berbeda, sehingga agama itu tidak benar. Tapi ada yang  berpendapat bahwa pusat dari agama adalah apa yang dipercayai oleh setiap agama secara umum, dan disitulah terletak kebenaran. Selama setiap agama mempertahankan kebenarannya sendiri, maka bagaimana hubungan antar agama itu dapat harmonis. Contohnya Islam dan Kristen, mereka telah mengklaim masing-masing memiliki kebenaran yang absolute sehingga terlibat dalam praktek-praktek keagamaan yang menyedihkan dan kemudian justru keluar dari kebenaran absolut. Inilah tugas yang kontemporer dari filsafat agama.

Pertanyaan mengenai “kebenaran”.
Setiap tradisi agama berpegang pada kebenarannya sendiri, kebenaran yang dipertahankannya itu bukan tidak mempunyai alasan, tapi mempunyai alasan yang kuat. Hal ini didasarkan oleh:
  1. Pengalaman keagamaannya terhadap kebenaran, dan 
  2. Interpretasinya sendiri terhadap kebenaran berdasarkan tradisi.
Pertanyaan mengenai kebenaran dalam mendukung agamanya ini menghasilkan konflik maupun toleransi beragama. Konflik, karena orang berpendapat apabila ada satu yang benar maka yang lain tidak benar. Toleransi, apabila menurut sebagian orang pendekatan ini adalah masalah respect atau penghargaan terhadap sesama, kesabaran dalam berhikmat. Dalam konsultasi mengenai kebenaran diantara tokoh-tokoh agama, kita kenal toleransi beragama, menurut tokoh-tokoh agama, toleransi beragama itu dapat dicapai melalui beberapa tindakan:
  1. dalam memperdebatkan kebenaran, kita harus mencari persamaan daripada perbedaan.
  2. membagi pengalaman keagamaan masing-masing dan memberi penafsiran masing-masing, untuk kelangan sendiri.
  3. bersama-sama dalam membangun masyarakat dalam  partisipasi sosial, budaya, dan politik.
  4. mendengar dan menerima “pendapat” orang lain guna mere-interpretasi  kebenaran sejati yang kita miliki kalau itu memang perlu, agar pendekatan menjadi relevan di kemudian hari.
  5. saling memberikan informasi untuk menanggulangi ketegangan yang paling awal agar dapat diakomodasikan dalam pertemuan bersama.
  6. memperbaiki citra diri yang kemungkinan diri kita yang memulai konflik kebenaran tersebut.
Komparatif dari Filsafat Agama:
Kita telah mempelajari bagaimana argumentasi-argumentasi kebenaran dari tokoh-tokoh seperti John Hick, C.S.Lewis,  Bertrand Russel, Anthony Flew, Thomas Aquinas, R.M. Hare, Basel Michel, Blaise Pascal, Immanuel Kant, John Calvin, dan Karl Barth. Hal ini berarti sudah terdapat 11 konsep mengenai kebenaran. Setiap tokoh ini bukan hanya mempunyai pendapat yang berbeda, tapi juga memiliki pendekatan yang berbeda dengan subyek tersebut. Jadi masing-masing tokoh filsafat ini telah memberikan suatu kontribusi yang berharga untuk kita lebih mengetahui atau belajar mengenai kebenaran tersebut dan kontribusi untuk studi yang lebih lanjut. Demikian juga dalam tradisi agama-agama, setiap agama mempunyai konsepnya tersendiri mengenai kebenaran. Setiap konsep ini diyakini sebagai kebenaran sejati, disinilah mulai suatu argumentasi yang memimpin kepada konflik. Namun cara untuk menciptakan toleransi terhadap kebenaran telah dijelaskan agar menjadi pengukur untuk berargumen.
Kita akan mulai membahas dan mendiskusikan mengenai konsep-konsep kebenaran menurut tradisi agama Hindu, Buddha, Islam, Kristen, Yudaisme, dan Kong Fu Tse, Taoisme, dan Tridharma. Mahasiswa akan mendiskusikan konsep-konsep kebenaran menurut tradisi-tradisi ini kecuali Kong Fu Tse, Taoisme, dan Tridharma. Mahasiswa akan mempresentasikannya dan berargumentasi dengan mahasiswa yang lain. Berbicara soal kebenaran itu cukup luas, ada kebenaran mengenai keberadaan Allah, kebenaran mengenai dosa, kesucian, keselamatan, dan lain-lain.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama