The Philosopher (via bu.edu) |
Filsafat dan ilmu yang dikenal didunia barat dewasa ini berasal dari zaman Yunani kuno. Pada zaman itu filsafat dan ilmu jalin menjalin menjadi satu dan orang tidak memisahkannya sebagai dua hal yang berlainan. Keduanya termasuk ke dalam pengertian episteme. Kata philisophia merupakan suatu padanan kata dari episteme.
Menurut konsepsi filsuf besar Yunani kuno Aristoteles, episteme adalah “suatu kumpulan yang teratur dari pengetahuan rasional dengan objeknya sendiri yang tepat.” Jadi, filsafat dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan rasional, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran atau rasio manusia.
Dalam pemikiran Aristoteles selanjutnya, episteme atau pengetahuan rasional itu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang disebutnya:
- Praktike (pengetahuan praktis)
- Poietike (pengetahuan produktif)
- Theoreitike (pengetahuan teoritis)
- Mathematike (pengetahuan matematika)
- Physike (pengetahuan fisika)
- Prote philosophia (filsafat Pertama)
Uraian Singkat Sejarah Filsafat Ilmu
Filsafat muncul sejak manusia mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan kepada agama untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sejarah mencatat, filsafat terindikasi pertama dipakai oleh orang-orang Yunani kuno. Oleh karenanya, setiap berbicara tentang sejarah filsafat nama Yunani kuno tidak dapat dipisahkan darinya.Baca Juga:
- Gnostik: Apa itu Gnostik?
- Apakah Filsafat itu
Perang Salib: Latar Belakang, Kronologi, Periode Terjadinya
Yunani kuno merupakan tempat dimana filsafat dikenal dan dikembangkan. Dari daerah tersebut lahir pakar-pakar filsafat yang masyhur sampai abad ini, sebut saja Socrates, Plato, Aristoteles dan lain-lain. Hal tersebut pula yang menjadikan Yunani sebagai kiblat ilmu pengetahuan sampai sebelum abad pertengahan, bahkan menjadi inspirasi bagi masa keemasan Islam. Secara umum karakteristik filsafat Yunani kuno adalah rasionalisme, yaitu suatu pemahaman tentang sebuah pengetahuan yang lebih mengutamakan akal (logika). Dengan meninggalkan kepercayaan pada tahayyul yang cenderung irrasional dan beralih pada paradigma rasional, ilmu pengetahuan dapat berkembang dengan pesat.
Setelah masa keemasan tersebut, sejarah filsafat mencatat abad kegelapan filsafat yang terjadi pada abad pertengahan (400 M – 1500 M). Pada rentang waktu tersebut, filsafat cenderung digunakan hanya sebagai alat justifikasi atau pembenaran terhadap ajaran agama. Sejauh filsafat dapat melayani ideologi agama, maka filsafat akan diterima, namun sebaliknya apabila filsafat tidak dapat melayani ideologi agama dan bertentangan dengan ajaran gereja, maka akan ditolak. Pada masa tersebut kebebasan berfikir logis mulai terbatasi, yang berakibat pada keterpurukan filsafat.
Masa kegelapan filsafat pada abad petengahan (400 M – 1500 M) tersebut hanya terjadi di dunia barat. Sebaliknya, di timur (Islam) sedang gencar-gencarnya mempelajari filsafat yang berujung pada masa kejayaan Islam. Peradaban Islam mengalami perkembangan pesat yang disebabkan kemauan mereka mempelajari filsafat barat. Mereka secara besar-besaran menerjemahkan karya filsafat barat dan berbagai temuan ilmiah lainnya untuk dipelajari. Namun sayangnya, masa keemasan Islam itu juga secara berangsur-angsur mulai runtuh, meskipun mampu menggugah dunia Barat untuk kemudian bangkit kembali (Renaisance).
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa itu sudah berlangsung sejak abad 12 M tersebut menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) peradaban Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani Klasik (renaissance) pada abad ke-14 M, rasionalisme pada abad ke-17, dan pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18 M.
Salah satu ciri khas masa khas Renaissance dan Humanisme dunia Barat sejak abad ke-15 ialah menonjolnya manusia sebagai pribadi perseorangan dan sebagai yang berkuasa. Ciri itu antara lain menampakkan diri dalam bidang seni, politik, filsafat, agama maupun dalam gerakan-gerakan melawan agama, ilmu pengetahuan, dan teknik. Refleksi teoretis yang bersifat falsafi dan yang menghasilkan suatu filsafat ilmu pengetahuan baru menyusul beberapa waktu sesudah ilmu-ilmu modern itu lepas landas.
Filsafat pertama adalah pengetahuan yang menelaah peradaban yang abadi, tidak berubah, dan terpisah dari materi. Aristoteles mendefinisikannya sebagai ilmu tentang asas-asas pertama atau yang dikenal sebagai metafisika.
Matematika, fisika, dan metafisika telah cukup berkembang pada masa hidup Aristoteles. Sekitar dua ratus tahun sebelumnya telah lahir pemikir yang mempelajari bidang-bidang tersebut. Seorang pemikir pertama yang dikenal sebagai Bapak Filsafat yaitu Thales. Sebagian sarjana kemudian mengakuinya pula sebagai ilmuawan pertama di dunia. Bangsa Yunani menyebutkan bahwa dia adalah salah seorang dari tujuh orang arif Yunani.
Thales memperkembangkan filsafat alam kosmologi yang mempertanyakan asal mula, sifat dasar, dan struktur komposisi dari alam semesta. Menurutnya semua berasal dari air sebagai dasar materi kosmis. Sebagai ilmuawan ia mempelajari magnetisme dan listrik yang merupakan pokok soal fisika. Ia juga berusaha mengembangkan astronomi dan matematika dengan antara lain mengemukakan pendapat bahwa bulan bersinar karena memantulkan cahaya matahari, menghitung terjadinya gerhana matahari, dan membuktikan dalil-dalil geometri. Salah satu yang dibuktikannya ialah dalil bahwa kedua sudut alas dari suatu segitiga sama kaki adalah sama besarnya. Dengan demikian, ia merupakan ahli matematika Yunani yang pertama dan oleh penulis yang sekarang dinyatakan sebagai Bapak dari penalaran deduktif.
Selanjutnya muncullah Pythagoras. Pemikir dan tokoh matematik ini mengemukakan sebuah ajaran metafisika bahwa bilangan-bilangan merupakan intisari semua benda serta dasar pokok dari sifat-sifat benda. Dalilnya berbunyi,”bilangan memerintah jagad raya ini”
Menurut Pythagoras, kearifan yang sesungguhnya itu hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Oleh karena itu, ia tidak mau disebut sebagai orang arif sebagaimana halnya Thales, melainkan menganggap dirinya hanya seorang philosophia yang terjemahannya secara harafiah adalah cinta kearifan. Dengan demikian sampai sekarang secara etimologi dan singkat sederhana filsafat masih diartikan sebagai cinta kearifan.
Pythagoras berpendapat bahwa matematika merupakan suatu sarana atau alat bagi pengetahuan filasafati. Pendapat ini kemudian memperoleh pengukuhan dari Plato. Ia menegaskan bahwa filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran, sedang filsafat merupakan pencarian yang bersifat perekaan terhadap pandangan seluruh kebenaran. Filsafat Plato disebut sebagai filsafat spekulatif.
Menurut pendapat Plato, geometri sebagai pengetahuan rasional berdasarkan akal murni menjadi kunci kearah pengetahuan dan kebenaran filasafati serta bagi pemahaman mengenai sifat dasar dari kenyataan terakhir. Geometri merupakan suatu ilmu dengan akal murni membuktikan posisi-posisi abstrak mengenai hal- hal yang abstrak seperti garis lurus sempurna, lingkaran sempurna atau segitiga sempurna.
Salah satu murid plato yang paling cemerlang yang belajar di akademinya adalah Aristoteles. Tokoh pemikir ini menyusun konsepsinya tentang pembagian pengetahuan rasional seperti yang telah diuraikan diatas. Mengenai peranannya dalam filsafat yang berkaitan dengan ilmu Aristoteles merupakan seorang filsuf ilmu yang pertama. Ia menciptakan cabang pengetahuan itu dengan menganalisis problem-problem tertentu yang timbul dalam hubungannya dengan penjelasan Ilmiah.
Dari selintas perkembangan filsafat dan ilmu yang telah diuraikan ternyata sejak zaman Yunani kuno sesungguhnya berkembang tidak hanya dua melainkan empat bidang pengetahuan yaitu, filsafat, ilmu, matematika dan logika. Masing-masing kemudian mengalami perkembangan kearah yang lebih luas.
#Uraian: Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu
Secara umum, sejarah perkembangan filsafat ilmu berdasarkan periodeisasi dapat dikelompokkan ke dalam empat periode. Periode pertama terjadi pada zaman yunani kuno, periode kedua terjadi pada abab pertengahan dimana menjadi abad kegelapan bagi dunia Barat namun menjadi abad kejayaan dunia Islam, periode ketiga menjadi masa dimana terjadi kebangkitan kembali (Renaisance) dan zaman modern, serta periode keempat yang disebut sebagai zaman kontemporer. Perkembangan sampai dengan abad ke 19 (periode ketiga) secara lebih dalam akan dijelaskan sebagai berikut:1# Zaman Yunani Kuno
Zaman Yunani Kuno di pandang sebagai zaman keemasan Filsafat, karena pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat, Karena bangsa Yunani pada masa ini tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima begitu saja), melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis). Sikap belakangan inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern.
Sikap kritis inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir-ahli pikir terkenal sepanjang masa. Beberapa tokoh yang terkenal pada masa ini antara lain: Thales, Sokrates, Leucippus, Plato, Aritoteles.
- Thales (624 - 548 SM)
- Sokrates (470 – 399 SM)
- Democritus (460 – 370 SM)
- Plato (427 – 347 SM)
Pemikiran metafisika Plato terarah pada pembahasan mengenai Being (hal ada) dan becoming (menjadi). Plato adalah filsuf yang pertama kali membangkitkan persoalan Being dan mempertentangkannya denga becoming. Plato menemukan bahwa “becoming (hal menjadi) yakni dunia yang berubah tidak memuaskan atau tidak memadai sebagai objek pengetahuan; karena bagi Plato setiap bentuk pengetahuan bersesuaian dengan suatu jenis objek.
Tujuan utama filsafat menurut plato adalah penyelidikan pada entitas, seperti apa yang dimaksudkan dengan keadilan, kecantiakn, cinta hasrat, kesamaan, kesatuan.
- Aristoteles (384 – 322SM)
1) Metafisika
Pandangan Aristoteles tentang metafisika berbeda dengan pandangan Plato. Ia menolakpandangan Plato tentang ide-ide. Aristoteles lebih mendasarkan filsfatnya pada realitas itu sendiri. Kenyataan bagi Aristoteles adalah konkret ini dan itu. Ide umum seperti : “manusia”,, “pohon”, dan lain-lain. Seperti yang dikatakan Plato tidak terdapat dalam kenyataan konkret. White menunjukkan beberapa istilah yang sering digunakan oleh Aristoteles untuk membahas tentang realitas yang azali, dengan sepuluh nama yang berbeda seperti: “pengetahuan yang kita cari”, “kebijaksanaan”, “pengetahuan tentang sebab”, “studi tentang hal ada sebagai ada”, “studi tentang Ousia”, studi tentang hal abadi dan hal yang tidak dapat digerakkan, “theologi”.
2) Logika
Aristoteles menyusun buku tentang logika untuk menjelaskan cara menarik kesimpulan (inference) secara valid. Logika Aristoteles didasarkan pada susunan pikir (syllogisme). Pada dasarnya syllogism itu terdiri dari tiga pernyataan, yaitu: Pertama, premis mayor sebagai pernyataan pertama yang mengemukakan hal umum yang telah diakui kebenarannya. Kedua, premis minor sebagaipernyataan kedua yang bersifat khusus dan lebih kecil lingkupnya dari pada premis mayor. Ketiga, kesimpulan atau konklusi (conclusion) yang tertari berdasarkan kedua premis tersebut di atas. Dengan demikian silogisme merupakan suatu bentuk jalan yang bersifat deduktif, yang kebenarannya bersifat pasti.
3) Biologi
Aristoteles tidak hanya dikenal sebagai filsuf, tetapi juga adalah seorang ilmuan kenamaan pada zamannya. Salah satu bidang ilmu yang banyak mendapat perhatiannya adalah biologi. Dalam embriologi, ia melakukan pengamatan (observasi) perkembangan telur sampai terbentuknya kepala ayam. Ia juga melakukan pemerikasaan anatomi badan hewan, dan lain sebagainya. Aristoteles mementingkan aspek pengamatan sebagai suatu sarana untuk membuktikan kebenaran sesuatu hal, terutama dalam ilmu-ilmu empirik.
2# Abad Pertengahan
Membahas sejarah filsafat tidak bisa dilakukan tanpa membahas perkembangan filsafat dalam peradaban Islam. Hal ini jelas sebab kaum Musliminlah yang menyelamatkan warisan filsafat Yunani selain mengembankan filsafat mereka sendiri ketika peradaban Barat jatuh dalam kubangan Abad Kegelapan. Sejarawan filsafat Islam, Majid Fakhry, menyebutkan bahwa momentum perkembangan filsafat Islam terjadi di masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah, yakni abad ke 3 Hijriyah. Kemunculan itu ditandai dengan kiprah filsuf Arab pertama, al-Kinid pada tahun 866 M. Pada tahun-tahun ini, di Eropa, justru sudah lupa pada warisan Yunani.
Sebagai penyelamat tradisi filsafat Yunani, para filsuf Islam kerap dianggap hanya “terjemahan” filsuf Yunani, tidak punya gagasan sendiri. Anggapan meremehkan ini misalnya dianut oleh Ernest Renan (1823 – 1892 M) dan Pierre Duhem (1861 – 1916 M). Anggapan seperti ini membuat filsafat Islam dianggap tidak penting dan hanya dikaji dalam konteks sejarah filsafat saja. Kontennya tidak banyak dieksplorasi.
Meski berkembang bersamaan dengan masuknya filsafat Yunani ke dunia Islam, filsafat Islam memiliki keunikannya sendiri. Menurut Oliver Leaman, pemikiran fiosofis tumbuh dalam tubuh umat Islam secara alami dalam usaha mereka memahami petunjuk al-Qur’an dan Sunnah, bukan buah dari penerjemahan teks-teks Yunani. Lebih jauh lagi, Leaman menyatakan bahwa para filsuf Muslim berhasil menyelesaikan persoalan-persoalan filsafat yang menjadi perdebatan di kalangan filsuf Yunani sendiri. Keunikan filsafat Islam juga bisa dilihat pada filsafat pengetahuan atau epistemologinya.
3# Zaman Renaisans dan Modern
Micheler, adalah sejarawan yang menggunakan istilah renaisans pertama kali. Kata renaisans ini biasanya dipake untuk mengungkapkan berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa pasca-abad kegelapan filsafat yang menyelimuti mereka pada abad pertengahan (400 M – 1500 ). Agak sulit menentukan garis batas yang jelas antara abad pertengahan, zaman renaisans dan zaman modern. Sementara orang menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans.
Renaisans adalah periode perkembangan peradaban yang mulai muncul setelah abad pertengahan. Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti pbagi perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme, sekularisme, empirisme dan rasionalisme. Sebab yang menimbulkan adanya renaisans ini adalah pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas eropa yang sudah berlangsung sejak abad e-12 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin.
Walaupun pada akhirnya Islam terusir dari Eropa (Spayol) dengan cara yang cukup kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan tersebut adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani Klasik (Renaisance) pada abad ke-14 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18 M. Mulai saat itulah ilmu pengetahuan semakin berkembang dengan pesat hingga sekarang.
Referensi:
Jujun S.Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta : Pancaranintan Indahgraha, 2007)
Anwar Musaddad, Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu dan Alirannya.
Rizal Mustansyir dan Misbahul Munir, Filsafat Ilmu, Cet II, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1986)
C.Verhaak, R.Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan telaah atas cara kerja ilmu-ilmu, (Jakarta : Gramedia, 1989)
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013)
Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu (Yogyakarta, Liberty Yogyakarta, cet keenam, 2012)
Baca selanjutnya: Penalaran:Defenisi, Hakikat, Logika, Sumber Pengetahuan, Kriteria Kebenaran
Posting Komentar