Kitab Sejarah: Latar Belakang/Pengantar Kitab Yosua

History book

LATAR BELAKANG KITAB YOSUA
Untuk mendapatkan hasil eksegese yang baik tentang Kitab Yosua, , maka peneliti harus mengetahui secara umum isi Kitab Yosua, dan untuk membuka pengembangan wawasan supaya peneliti dapat dituntun ketika melakukan penggalian nats. Sehingga latar kelakang Kitab Yosua sangat diperhatikan dalam hal ini. Berikut akan dijelaskan mengenai Latar Belakang Kitab Yosua.  Adapun hal-hal yang perlu dicari tahu untuk mendapatkan latar belakang kitab maka beberapa hal yang perlu diteliti yaitu: Historical-Social-economi, politic-religious, Tema Kitab, Tujuan Kitab, dan Ajaran Kitab.
 Latar Belakang Kitab Yoshua
Secara umum Kitab Yosua bercerita tentang bangsa Israel memasuki tanah kanaan dan cara membagi-bagi tanah itu kepada suku-suku Israel yang dipimpin oleh Yosua yang menggantikan Musa setelah kematian Musa. Kitab Yosua menceritakan secara rinci bagaimana mereka menyeberangi Sungai Yordan dan merebut kota Yeriko, sebagai basis untuk serangan selanjutnya. Kitab Yosua merupakan satu di antara kitab-kita PL yang banyak mengandung dinamika serta petualangan. Pembaca akan selalu mendengar seruan perang dan gema pertempuran. Paruh pertama kitab ini menggambarkan gema kemenangan tentang Israel di Kota Yerikho, Ai, Gibeon, Hazor, dan berbagai kota lainnya. Kitab ini memperlihatkan mukjizat besar ketika Allah menghentikan aliran Sungani Yordan, menghancurkan tembok Yerikho, mengirim hujan batu dan membuat siang hari yang panjang saat pertempuran dekat Gibeon. Paruh kedua Kitab Yosua membuat suasana yang lebih mapan. Negeri telah aman, dan keadaan bangsa ini juga lebih patuh, Yosua semakin tua, dan tanah negeri itu dibagi-bagi. Allah memberkati bangsa ini dengan menggenapi janji-janji-Nya kepada nenek moyang mereka antara lain  keturunan, kemakmuran, persekutuan, dan sekarang tanah negeri yang telah mereka rebut.[1]
Historical-social-economi, politic-religious Kitab Yoshua
            Catatan sejarah mengenai keadaan Yosua dapat diperoleh informasi dari 1 Raja-Raja 6 ayat 1, dan dari riset arkeolog, menunjukkan bahwa peristiwa Yosua terjadi pada masa Amenhotepa II (tepatnya antara 1450-1423 SM), dan masa itu disebut sebagai zaman perunggu akhir.[2] Jika melihat sosial-ekonomi, banyak fakta yang harus digali untuk menelitinya, karena pada saat itu konteks kehidupan orang Israel yang paling utama adalah penaklukan tanah kanaan dan membentuk sebuah wilayah tempat tinggal, maka pada saat itulah kita bisa lebih mudah untuk meneliti dibagian ini. Akan tetapi pertanyaan yang tidak akan bisa dihindari adalah bagaimana mereka bertahan hidup, berhubungan sosial, bahkan menghadapi situasi hidup pada saat itu. ketika bangsa Israel dipimpin oleh Musa banyak mukjizat secara langsung diberikan Tuhan kepada bangsa Israel terutama selama mereka dalam perjalanan seperti mereka tidak perlu mencari makanan karena ada manna yang turun dari Tuhan, dan sumber air, tiang awan sewaktu siang dan tiang api sewaktu malam.
            Sewaktu bangsa Israel harus mengembara didalam perjalanan bersama Yosua, mereka membuat kemah sebagai tempat berdiam dan istirahat, dan setiap suku membuat kemah masing-masing. Bangsa Israel di zaman teokratis harus melakukan penaklukan kepada bangsa-bangsa yang hendak mereka tumpas, menurut Paul Lawrence dalam bukunya Atlas dan Sejarah Alkitab berikut keadaan dua belas suku pada masa Yosua: (1) Pengelompokan kedua belas suku. Kedua belas suku didasarkan pada anak-anak Yakub (Israel). Anak-anak Yakub dan Lea: Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Isakhar, dan Zebulon. Anak-anak Yakub dari Rahel: Yusuf dan Benyamin. Anak-anak Yakub dari budak Rahel, Bilha, Dan dan Naftali. Serta anak-anak Yakub dari budak Lea, Zilpah: Gad dan Ayer. Seperti janji Allah kepada Abraham, Yakub, Musa, mereka mempereoleh tanah dan dapat membagikan diantara mereka. suk-suku disebelah timur Yordan ditempati oleh Suku Ruben, dan Gad dan setengah suku Manasye (Yosua 13:1-19:48), Suku-suku disebelah barat Yordan daerah ini terbentang dari selatan tanah Perjanjian hingga Laut mati hingga Mediterania, dan batas utaranya dari Wadi di Mesir hingga keselatan di Kadesh Barnea, sisa suku Manasye dan suku Efraim menerima dibagian utara, Benyamin berada diantara wilayah kekuasaan Yehuda dan Efraim, Simeon terikan didalam Wilayah Yehuda. Suku-suku yang tersisa mendapat bagian wilayah sebelah utara Manasye, Asyer mendiami wilayah sepanjang pesisir Mediterania dari utara hingga Sidon, yang menjadi batas utara dari Tanah Perjanjian. Akan tetapi orang lewi tidak karena melaksanakan tanggung jawab keimaman makan tidak mewarisi tanah perjanjian, sehingga mereka meniami empat puluh delapan kota di negeri itu, yaitu padang-padang pengembalaan yang ada di sekitar kota itu. dan enam kota yang didiami oleh orang Lewi dijuliki sebagai “kota-kota perlindungan”.[3]
Keadaan diKanaan
            Secara ekonomi, sumber daya Alam di kanaan berpusat di dataran tinggi dan Galilea sebagian besar merupakan batuan kapur, yang menyediakan bangunan-bangunan yang baik dari batu.Tambang tembaga di Timnah di Arabah dan dicetak menjadi perunggu di lembah Yordan.[4] Pertanian dan peternakan di Kanaan juga cukup baik sehingga Raja Mesir mengambil alih daerah ini daerah palestina memiliki keragaman vegetasi dengan 2.780 jenis tumbuh-tumbuhan, dan memiliki ribuan habitat spesies, dan hewan ternak dikanaan juga cukup baik seperti susu dari domba, kambung dan lembu, dan lain-lain. Akan tetapi pada zaman perunggu daerah ini merupakan daerah aliansi dan jajahan Mesir[5]
            Secara politik, negeri kanaan itu dikuasai oleh orang-orang yang tinggal di dalam kota-kota benteng yang merupakan negara-negara tersendiri. Sebuah kota di atas sebuah bukit dapat mengadakan perlawanan terhadap serangan musuh selama jangka waktu yang hampir tak terbaras, selama persediaan air dan makanan mereka cukup. Karenanya perebutan dan penduduk Kanaan seolah-olah suatu tugas yang berat dan tidak mungkin bagi bangsa Israel.[6]
            Bangsa Kanaan menyembah banyak dewa (politeisme). El adalah kepala para dewa. Ia disebut “bapa lembu” dan pencipta.[7] Yang terpenting diantara keturunan mereka yang banyak adalah Baal, yang berarti “Tuhan” (1 Raj 18:19). Dialah yang memerintah para dewa. Menurut kepercayaan orang Kanaan dewa-dewa itu menguasai langit, bumi dan kesuburan. Kemesuman merupakan keadaan asusila dalam tata ibadah dan upacara agama orang Kanaan. Samuel J. Schultz, Th.D menuliskan dalam bukunya Pengantar Perjanjian Lama Taurat dan Sejarah berkata:
“Bangsa kanaan pada zaman Yosua menunjukkan bahwa mereka melakukan pengorbanan anak, pelacuran agama, dan penyembahan kepada ular dalam upacara agama mereka.”[8]

Melihat ungkapan di atas, keadaan itu juga telah diketahui oleh Musa dan ia memperingati bangs Israel bahwa jika mereka tidak memusnahkan bangsa-bangsa jahat itu, orang Israel akan terjerat dalam dosa bangsa Kanaan (Imamat 18:24-28, 20-23, Ulangan 12:31, 20:17,18).
            Untuk meninjau pemahaman yang lebih luas lagi mengenai latar belakang sosial, ekonomi, agama maupun politik pada masa itu dikanaan yang perlu kita ketahui tentang Kanaan pada konteks saat ini adalah sebagai berikut: (1) Masa ini disebut Zaman Amarna didalam Zaman Perunggu Akhir oleh para arkelog. Pada masa ini Kanaan tidak makmur selama diambang penaklikan Israel. Rupanya kepemimpinan para firaun Mesir lemah terhadap pemerintahan boneka mereka di Palestina; waktu mereka dihabiskan oleh petualangn militer ke daerah utara. Maka negeri Kanaan secara berangsur-angsur menjadi sekolompok kota-kota kecil yang tidak berhubungan dan sering bertengkar. Para penguasan dari berbagai negara-kota itu mengaku setia kepada Firaun, tetapi banyak diantara mereka hanya berusaha untuk memajukan karier mereka sendiri dengan mengobankan sesama mereka.[9] (2) Pada saat bangsa Israel memasuki Kanaan penguasa tertinggi di Mesir yang mengelola tanah Kanaan adalah waktu masa pemerintahan Firaun Amenhotep III (1410-1372), pada saat itu Amenhotep sedang tidak menaruh perhatian pada wilayah jajahan di Asia seingga sebagain besar raja kecil di Palestinan dan Siria memberontak terhadap Mesir dan tidak bersedia membayar upeti ke sana. Surat-surat yang berhasi digali pada 1887 di Tel el-Amarna di Mesir merupakan arsip kerajaan tersebut menunjukkan hal ini. Mesir memiliki politik luar negeri yang lamah pada masa Pemerintahan Amenhotep III hingga Seti (1312-1310), bahkan sempat menyerbu Palestina, orang Het dan Siria.[10] Sehingga bisa kita ketahui bahwa situasi sosial, ekonomi, agama, dan politik merupakan didominasi oleh pengaruh  Mesir kepada bangsa-bangsa yang dikuasainya. (3) pada masa Yosua hingga Hakim-hakim, agama-agama kefasikan dan kemusyrikan sangat berkembang di Kanaan tingkat kebebasan dan kekejaman yang mengerikan, sifat dursila dari dewa-dewa Kanaan telah membuat para penganutnya terjerumus ke dalam ritus-ritus yang paling rendah seperti pelacuran baik wanita, maupun pria, penyembahan ular, dan pesembahan kurban bayi.[11]
J.I Packer dkk. dalam bukunya Ensiklopedi Fakta Alkitab (Bible Almanac) berkata:
“tetapi orang-orang pada zaman purba merasa bahwa mereka memerlukan agama. Seorang agnostik atau “orang yang tidak mengakui ajaran agama” akan merasa tidak nyaman bila tingga di antara orang Mesir, Orang het, atau bahkan orang Yunani dan orang Romawi. Agama ada dimana-mana. Agama adalah hakikat masyarakat purba.”[12]

Dari penyataan diatas maka kita bisa mengetahui bahwa konteks hidup orang-orang purba berbudaya selain orang Yahudi yang paling utama adalah agama, ekonomi, dan politik sehingga hipotesis saya dalam penelitian ini adalah mengapa Allah memerintahkan Israel untuk memusnahkan orang Kanaan, maka bangsa itu serta kota tempat mereka tinggal harus dihancurkan agar kehidupan religius Israel tidak terancam karena berhubungan dengan bagsa penyembah berkala semacam itu.
            Didukung oleh W.F Albright yang menjelaskan isu-isu ini, yaitu Bangsa monoteisme yaitu bangsa Israel harus menaklukkan Kanaan yang dibuat oleh Yahweh sampai ketaraf yang mustahil untuk dipulihkan. Jadi, orang kanaan dengan penyembahan gila-gilaan, agama kesuburan, dan ketelanjangan yang membangkitkan birahi, serta mitologi akan digantikan oleh Israel dengan kesederhanaan pengembaran dan kemurnian hidup, monoteisme yang luhur serta standar etika yang keras.[13]
Tema
Untuk mendapatkan tema yang berbobot maka perlu melihat apa saja yang dibahas dalam kitab Yosua, serta membandingkan tema-tema lain yang sudah disediakan oleh beberapa buku. Kitab ini menuliskan tentang perjalanan bangsa Israel oleh perintah Yahweh untuk menaklukkan negeri Kanaan yang menganut kebudayaan yang dursila untuk kemudian digantikan oleh bangsa Israel. Dan dari beberapa buku kata kunci tema Kitab Yosua yang paling banyak muncul adalah “menaklukkan” “Kanaan”[14], sehingga peleburan perbandingan tersebut menghasilkan kesimpulan tema yang tepat menurut peneliti adalah “Mengambil Alih Negeri Kanaan”.
Tujuan Kitab
Tujuan Kitab Yosua dilatar belakangi oleh Perjanjian Allah kepada Orang Israel mulai dari Abraham mengenai tanah perjanjian. Sehingga kitab ini melanjutkan sejarah Israel yang diawali di dalam Pentateukh serta untu menunjukkan kesetiaan Allah kepada perjanjianNya dengan para leluhur dan bangsa teokratis Israel. Selanjutnya, tampak bahwa kekudusan Allah didalam hukuman-Nya terhadap orang-orang Kanaan yang jahat begitupun dengan bangsa Israel harus ikut didalam perang suci dengan membuang segala kejahatan. Dalam buku Full Life menuliskan kekerasan dalam kitab Yosua harus dilihat dari perspektif kepada penghukuman atas kebudayaan Kanaan yang merosot. Arkelogi menegaskan bahwa kebejatan dan kekejaman yang merajalela menjadi ciri khas dari suku-suku kanaan yang diganti oleh Israel[15] Tafsiran Wycliffe menuliskan salah satu tujuannya adalah keterkaitan dengan sejarah penebusan tentang masuknya Israel ke Kanaan serta mendudukinya adalah gambaran tentang pengalaman rohani seorang Kristen berupa pergumulan, kemenangan dan berkat Rohani, ditambah dengan perkataan “Yehova adalah keselamatan”.[16] Sehingga disimpulkan kitab ini memiliki tujuan yang progresif dalam hubungan kesetiaanNya serta kekudusanNya.
Ajaran Kitab Yosua
            Menurut Roy Z Buck ada dua nilai pokok yang ditekankan dalam Kitab Yosua yang dilihat dari penyataan-penyataannya yakni kesetiaan Tuhan memberikan negeri Perjanjian dan penyataan kebencian Allah terhadap dosa.[17]
Yosua 1 memiliki arti penting teologis, ketika Allah mendesak Yosua untuk memasuki negeri Kanaan Dia mengingatkan akan apa yang telah bangsa Israel ketahui tentang Diri-Nya. Ingatan itu akan memberinya kekuatan dan keberanian (bdk. Ul 31:23), Allah menyakinkan Yosua bahwa Dia akan setia memenuhi janji-Nya kepada para leluhur untuk memberikan kepada Israel seluruh wilayah yang telah Dia janjikan.[18] Disini tampak kesetiaan Allah yang progresif itu, bahwa apa yang Allah katakan kepada para leluhu, dan apa yang dikatakan Allah kepada Yosua adalah sama.
Allah terus menyatakan diri-Nya sebagai penguas tertinggi atas seluruh alam semesta. Seluruh bumi adalah milik-Nya (Yos 1:3; 14:1-2; 21:43; 24:4). Kitab tersebut juga menyatakan kekudusan Allah dan menunjukkan konsekuensi dari kekudusan Allah. Allah menghukum bangsa Kanaan karena Dia tidak dapat membiarkan dosa mereka yang amat sangat. Allah memberikan hukuman lebih keras lagi terhadap umat-Nya ketika berdosa (mis. Yos 7).




[1] David M. Howard. Kitab-Kitab Sejarah dalam Perjanjian Lama. (Malang: Gandum Mas, 2009), 72
[2] Charles F. Preifer, The Wycliffe Bible Commentary vol. 1 Kejadian-Ester. (Malang: Gandum mas, 2004), 563
[3] Paul Rawrence, Atlas dan Sejarah Alkitab. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 54
[4] Ibid,
[5] Charles F. Preifer, The Wycliffe Bible Commentary vol. 1 Kejadian-Ester. 564
[6] Samuel J. Schultz, Th.D. Pengantar Perjanjian Lama Taurat dan Sejarah. (Malang: Gandum Mas, 2006), 46
[7] Ibid
[8] Ibid,
[9] George Steindorf dan Keith C. Seele, When Egypt Ruled the East. Edisi revisi oleh Keith C. Seele (Chicago: University of Chicago Press, 1957), 221
[10] Charles F. Preifer, The Wycliffe Bible Commentary vol. 1 Kejadian-Ester. (Malang: Gandum mas, 2004), 564
[11] Ibid,
[12] J.I Packer, dkk. Ensiklopedi Fakta Alkitab (Bible Almanac). (Malang: Gandum Mas, 1980), 176
[13] William. F. Albright, From the Stone Age to Christianity. (Maryland: Baltimore The Johns Hopkins Press, 2003), 281
[14] Donald C. Stamps, dkk. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Seri the Full Life. (Malang: Gandum Mas, 2013), 332
[15] Donald C. Stamps, dkk. Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Seri the Full Life. 333
[16] Charles F. Preifer, The Wycliffe Bible Commentary vol. 1 Kejadian-Ester. 563
[17] Roy B. Zuck, A Biblical Theology of the Old Testament. (Malang: Gandum Mas, 2003) 193
[18] Roy B. Zuck, A Biblical Theology of the Old Testament. 182

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama