Pelayanan Konseling Pranikah Kristen Hal yang Penting Sebelum Penikahan

PENDAHULUAN
Teori Konseling Pra Nikah Kristen
KONSELING PRA NIKAH KRISTEN
Pernikahan adalah lembaga pertama yang diciptakan Allah. Pernikahan pertama di dunia terjadi setelah TUHAN menciptakan seorang pria, yaitu Adam. TUHAN memutuskan seharusnya manusia tidak hidup sendirian dalam dunia ini. TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." (Kej 2:18). Maka TUHAN menciptakan seorang perempuan dan saat itulah pernikahan pertama terjadi. Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki." Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu. (Kej 2:21-25).
Kepentingan dari pernikahan dan keluarga selalu ditekankan berulang-ulang dalam Akitab. Dalam Perjanjian Lama dan Baru, kita dapat temukan banyak petunjuk untuk kehidupan keluarga. Alkitabmengungkapkan dengan jujur tentang kehidupan keluarga pemimpin-pemimpin yang terkemuka seperti Abraham, Ishak, Yakub, Yusuf, Musa,Samuel, Daud, Yohanes Pembaptis, dan juga Tuhan Yesus. Walaupun Tuhan Yesus tidak berkeluarga dan tidak menikah tetapi ia dengan jelas menyetujui lembaga pernikahan dan keluarga. Ia melakukan mujizat-Nya yang pertama kali justru dalam perjamuan kawin, dan ia juga mengajarkan, bahwa pernikahan adalah persatuan yang abadi, karena yang mempersatukan suami-istri adalah Allah sendiri (Markus 10:5-9).
 Sayang sekali hanya sedikit saja yang menikmati anugerah ini. Sejak Adam dan Hawa, pasangan-pasangan suami-istri selalu menemui masalah-masalah dalam kehidupan mereka, bahkan Alkitab juga mencatat tentang konflik-konflik yang mereka alami. Pada jaman ini, di setiap negara,perceraian, perzinahan, ketidaksetiaan dan keluarga yang berantakan menjadi hal yang umum dan sudah meluas, sehingga banyak orang tidak lagi mencoba untuk membangun pernikahan yang baik. Mereka mengambil kesimpulan sendiri, bahwa pernikahan yang langgeng tidak mungkin bisa terjadi.

TUJUAN DARI KONSELING PERSIAPAN PERNIKAHAN
 Konseling persiapan pernikahan bertujuan untuk mempersiapkan danmenolong individu, pasangan-pasangan, bahkan kadang-kadang anggota keluarga yang lain untuk menciptakan suasana pernikahan yang bahagia. Seperti halnya dengan pencegahan penyakit yang dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit dan menjaga kesehatan tubuh, demikian juga dengan bimbingan persiapan pernikahan. Bimbingan persiapan pernikahan diharapkan dapat mencegah timbulnya kesulitan dalam pernikahan dan kehidupan rumah tangga, disamping tentunya untuk menolong membangun hubungan pernikahan yang sehat dan memuaskan. Dalam konseling ini, paling tidak ada lima goal (tujuan) yang harus diperhatikan.

  1. Keputusan untuk siap menikah.
             Walaupun tidak ada rumusan yang tepat kapan seseorang siap untukmenikah tetapi ada beberapa petunjuk umum yang dapat diperhatikan.

  a. Alasan untuk menikah.
Sepasang pria dan wanita yang sudah mengikatkan diri satu dengan yang lain dapat memberikan beberapa alasan, mengapa mereka terdorong untuk segera menikah. Alasan-alasan ini antara lain, pimpinan Tuhan, kebutuhan seksual dan kebutuhan untuk bersatu dalam ikatan kasih. Kadang-kadang ada juga alasan-alasan yang tidak sehat untuk memasuki suatu pernikahan, misalnya tekanan sosial, membalas dendam pada orangtua atau bekas kekasih, mencegah pandangan umum bahwa ia "tidak laku", lari dari keluarga yang tidak bahagia, kesepian, dan sebagainya. Menikah dengan  seseorang karena terpaksa atau perasaan bersalah, tidak akan memberi jaminan untuk kestabilan pernikahan, demikian juga hubungan seksual dan kehamilan tidak boleh menjadi alasan untuk menikah.

  b. Latar belakang yang hampir sama.
Pernikahan biasanya lebih sukses bila pasangan itu mempunyai cita-cita dan standar (nilai) yang hampir sama, latar belakang dan tingkat kehidupan sosial-ekonomi, adat istiadat, pendidikan, dan iman yang sama. Tentu saja ada beberapa perkecualian dimana ada pasangan-pasangan suami-istri yang dapat mencapai sukses dalam pernikahan tanpa persamaan ini. Namun harus diakui, bahwa untuk itu, mereka harus bergumul dan bekerja dengan lebih keras untuk membangun hubungan pernikahan yang baik.

c. Usia.
Setiap kebudayaan mempunyai perbedaan dalam menentukan usia yang ideal untuk menikah dan dalam beberapa masyarakat sepasang suami-istri yang masih sangat muda dapat membangun pernikahan yang baik. Seringkali, penyesuaian diri dalam pernikahan lebih baik bila pasangan lebih dewasa dalam usia. Meskipun harus diingat, bahwa kedewasaan tidak selalu otomatis sesuai dengan pertambahan usia seseorang. Kedewasaan memang menolong seseorang untuk dapat memutuskan dan mempertahankan hubungan yang baik dan mengatasi persoalan-persoalan hidup dengan lebih efektif.
  Perbedaan umur juga sangat penting. Bila suami jauh lebih tua atau muda dari istrinya, banyak sekali perbedaan dalam cita-cita dan kebutuhan fisik, kesulitan mencari teman, dan kecenderungan untuk suami-istri yang lebih tua untuk bertindak sebagai orangtua terhadap istri/suaminya.

d. Sikap terhadap pernikahan.
Kadang-kadang ada orang-orang yang jijik terhadap hubungan seksual, ragu-ragu terhadap pernikahan itu sendiri, berbeda pendapat mengenai anak-anak yang akan dilahirkan, punya perbedaan pandangan dalam peran/kedudukan dalam rumah tangga, bahkan perbedaan rencana untuk hari depan, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan sikap terhadap pernikahan yang serius harus terlebih dahulu dibereskan sebelum pernikahan. Untuk itu, kemungkinan besar kita memerlukan bantuan konselor.

  e. Pengaruh dari luar.
Seringkali pengaruh dari luar dapat menambah tekanan dalam pernikahan yang masih muda, termasuk rencana untuk melanjutkan studi, banyak hutang, keuangan yang pas-pasan, pertentangan dengan orangtua, kedudukan dalam pekerjaan yang menyebabkan ia harus berpisah dalam jangka waktu yang lama, dan sebagainya. Banyak pasangan memutuskan untuk tetap menikah walaupun sudah menimbang kesulitan-kesulitan ini, tetapi ada juga yang lebih suka menunggu.

  f. Kematangan spiritual.
Tentu seseorang tidak siap untuk menikah secara Kristen bila ia bukan seorang percaya, tidak seiman, atau belum betul-betul menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat. Ketika kita percaya, kita menyerahkan diri kepada Kristus, menjadi anak-anak-Nya dan mencari kehendak-Nya, sehingga bila kita menikah dengan orang yang tidak seiman, akan timbul banyak kesulitan dalam pernikahan karena perbedaan keyakinan, dan pelayanan kita sebagai orang Kristen pun menjadi tidak efektif. Karena itu sangat penting bagi orang Kristen untuk mendapatkan saudara seiman sebagai pasangan hidupnya supaya keduanya dapat melayani Tuhan dengan baik.
Hal ini tentu saja tidak menjadi jaminan suksesnya suatu pernikahan secara otomatis (orang Kristen atau bukan tidak pernah lepas dari persoalan-persoalan kehidupan), tetapi yang jelas kesulitan pasti timbul bila mempunyai pasangan yang "tidak seimbang" atau seorang percaya yang menanggung beban dengan orang yang buta rohaninya (2Korintus 6:14).

  2. Tahu dan siap menghadapi tekanan-tekanan dalam kehidupan  pernikahan.
Dua orang dengan latar belakang dan pengalaman yang berbeda, tentunya menghadapi banyak hal yang harus disesuaikan. Jikalau tekanan-tekanan dalam kehidupan pernikahan sudah dipersiapkan untuk sama-sama dihadapi, tentu penyesuaian diri akan menjadi lebih mudah.
 Hal-hal yang menimbulkan tekanan hidup pernikahan tidak selalu sama antara pasangan yang satu dengan yang lain, tergantung kepada keunikan pasangan itu dan masyarakat dimana mereka hidup. Dalam suatu penyelidikan terhadap beberapa ratus pasangan yang sudah menikah ternyata, bahwa penyesuaian dalam hubungan seksual, pengaturan keuangan, kebutuhan sosial dan rekreasi, persoalan dengan mertua dan ipar-ipar, perbedaan dalam kepercayaan, konflik dalam memilih sahabat merupakan hal-hal utama dalam penyesuaian pernikahan. Tentu saja daftar ini dapat menjadi lebih panjang untuk mereka yang mempunyai latar belakang yang berbeda.

3. Bimbingan untuk mengenal diri sendiri.
Dalam pernikahan, kemampuan untuk dapat melihat dengan jujur keadaan diri kita sendiri adalah modal yang paling utama. Tuhan Yesus dengan jelas memperingatkan murid-murid-Nya, supaya mereka dapat melihat balok di mata mereka sendiri sebelum mengambil selumbar di mata orang lain (Matius 7:3-5).
Namun sayang, banyak di antara kita yang justru menghindarkan diri dari pengenalan terhadap diri sendiri. Memang tidak ada orang yang senang melihat kesalahannya sendiri, lebih mudahlah baginya untuk mendapatkan kesalahan dalam diri orang lain. Tidak heran bila terjadi perbedaan pendapat baik pada masa pertunangan maupun masa-masa setelah menikah, kita cenderung melupakan persoalan yang ada dan menganggap diri sendiri benar dengan menyalahkan orang lain, tanpa menyadari, bahwa sumber dari segala persoalan itu mungkin adalah dari dirinya sendiri.

Jadi, sangatlah penting pada masa-masa pertunangan untuk melakukan usaha pengenalan diri sendiri. Memang tidak semua kebudayaan mengijinkan hal-hal ini dibicarakan sebelum pernikahan, tetapi sesungguhnya akan sangat menolong apabila masing-masing pasangan menyadari akan kelemahan dan kelebihannya sendiri dan secara terbuka mengutamakan prinsip-prinsip dan pengharapan-pengharapannya sambil melihat reaksi atau tanggapan dari pasangannya. Penilaian terhadap diri sendiri yang seperti ini dapat menolong pasangan yang akan menikah untuk berkomunikasi dengan lebih efektif, bahkan dapat menolong suami/istri bila problema-problema seperti ini muncul di masa-masa mendatang.

  4. Pertimbangan padangan Alkitab mengenai pernikahan.
  Setelah Tuhan menciptakan dunia dengan isinya, Ia melihat bahwa "tidak baik manusia itu seorang diri saja" dan Ia memulai lembaga pernikahan sambil menyatakan, bahwa seorang laki-laki harus "bersatudengan istrinya dan menjadi satu daging" (Kejadian 2:18, 24).
Beberapa bagian dari Alkitab dapat menolong kita mempelajari konsep-konsep pernikahan yang dikehendaki Allah. Bila pasangan Kristen sudah memutuskan untuk memulai hidup sebagai suami/istri, mereka seharusnya mengerti apakah tujuan pernikahan yang dikehendaki Allah dan rencana Allah atas diri mereka berdua. Yaitu :

  • Efesus 5:21-6:4,
  • Kolose 2:16-21,
  • 1Korintus 7, dan
  • 1Petrus 3:1-7.

Harus diperhatikan, bahwa hubungan suami istri diibaratkan dengan hubungan antara Kristus dengan gereja-Nya. Pengertian mengenai hal inilah yang akan memudahkan banyak orang Kristen untuk dapat menerima dan bersyukur atas perintah Tuhan untuk tunduk kepada suami. Dalam banyak Negara dewasa ini, pandangan Kristen seperti ini tidak populer atau bahkan tidak dikenal dan banyak gereja yang menghapuskan kata "taat" dalam peneguhan pernikahannya. Seorang suami sebagai kepala keluarga  tidaklah terpanggil untuk semau-maunya menindas istrinya, karena justru ajaran Alkitab untuk kepala berarti pengorbanan seperti yang dijelaskan dalam Efesus 5. Hasilnya, istri akan dengan patuh dan sukacita menundukkan diri kepada suami yang memperhatikan dan mengasihi serta memikirkan kebahagiaannya.

  5. Merencanakan pernikahan.
  Persiapan pernikahan yang bagaimanakah yang diperlukan oleh calon-calon pasangan suami istri?  Persiapan pernikahan bagi mereka ialah persiapan bagaimana mereka bisa menyesuaikan diri, karena selama ini mereka adalah dua pribadi dari latar belakang berlainan dan sekarang akan hidup bersama-sama. Jadi kita perlu mempersiapkan bagaimana mereka nanti bisa secara harmonis hidup bersama-sama.
Pernikahan adalah ikatan seumur hidup paling serius yang dapat dilakukan oleh sepasang kekasih sepanjang hidup mereka. Tetapi banyak pasangan memasukinya dalam keadaan kurang dewasa dan tidak cukup pengertian. Semakin meningkatnya jumlah perceraian, menunjukkan betapa pentingnya mempersiapkan kaum muda memasuki pernikahan mereka.
Berikut adalah prinsip-prinsip pernikahan yang akan membantu anda yang sedang menyongsong saat pengucapan janji nikah mereka:
  * Suatu pernikahan yang baik bukan terjadi di surga, tetapi di bumi. Kasih adalah bagian kemanusiaan kita yang rapuh yang perlu dipelihara dan dikembangkan terus-menerus. Tentu saja, mereka yang berniat menikah harus mengharapkan pimpinan Tuhan, tetapi keberhasilan pernikahan mereka akan sangat bergantung pada usaha pasangan itu sendiri menanggapi pimpinan Tuhan.
  * Suatu pernikahan yang baik tidak didasarkan atas angan-angan tetapi atas kenyataan. Terlalu banyak pasangan yang karena pengaruh dongeng-dongeng cinta, menikah dengan pengharapan yang terlampau tinggi, kemudian melewati tahun-tahun penyesuaian diri dengan penuh penderitaan.
  * Suatu pernikahan yang baik didasarkan oleh adanya rasa hormat terhadap diri sendiri dan terhadap pasangannya. Citra diri buruk yang diwarisi dari latar belakang keluarga penuh tekanan atau tidak dewasa, dapat membawa pengalaman penuh badai. Hubungan yang kokoh dengan Yesus Kristus disertai pengenalan diri yang benar akibat hubungan tadi, sangat berarti.
Pengenalan diri yang miskin pada masing-masing pasangan, dapat pula menimbulkan kesalahmengertian dan ketegangan. Tanpa perlu terlalu banyak pengamatan, sudah jelas bahwa pria dan wanita berbeda secara jasmani: Namun berapa banyak yang siap menghadapi kenyataan bahwa calon teman hidupnya memiliki perbedaan-perbedaan emosional dan mental yang berarti? Masing-masing pasangan harus menyadari ini dan bersiap melakukan kelonggaran dan penyesuaian diri yang diperlukan (Kejadian 5:2).

  * Pernikahan yang pasangannya memiliki berbagai kesamaan, memiliki kesempatan lebih banyak untuk berhasil. Ini berarti perlu:
    - Kesamaan latar belakang agama.
    - Kesamaan latar belakang budaya dan sosial.
    - Tingkat ekonomi sebanding.
    - Kesempatan pendidikan yang setaraf.
    - Situasi rumah tangga yang mantap.
  * Pernikahan bukanlah tempat untuk memperbaiki diri! Seseorang yang menikah dengan tujuan memperbaiki masalah-masalah dalam kepribadiannya, sedang merayu masa depan yang penuh malapetaka. Apa yang tidak dapat diubah sebelum menikah, tak mungkin pula akan berubah dalam pernikahan. Karena itu, bila tersangkut masalah- masalah alkohol, obat bius atau pelanggaran susila, harus dipertimbangkan secara serius sekali.
  * Pasangan yang menikah "dalam Tuhan" (1Korintus 7:39) memiliki modal lebih besar untuk mengembangkan hubungan yang lebih baik, daripada mereka yang di luar Kristus.
Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Sebelum menikah, adalah memperbaiki faktor- faktor yang menjamin keberhasilan pernikahan, dengan:
     - Meminta berkat dan kontrol Tuhan atas hidupnya dan hidup
       pasangannya, melalui permohonan doa.
     - Memahami dan menghayati semua pengetahuan yang dapat
       diperolehnya tentang rumah tangga yang berpusatkan Kristus.
       Selidiki semua bagian Firman yang berbicara tentang pernikahan
       dan rumah tangga.
     - Bacalah buku-buku yang ditulis oleh para pembimbing dan pendeta
       Kristen.
     - Bahan-bahan sedemikian dapat diperoleh dari toko buku Kristen
       terdekat. Banyak pula gereja yang memiliki perpustakaan dengan
       cukup banyak buku tentang rumah tangga dan pernikahan Kristen.
     - Manfaatkan berbagai seminar, kursus, film yang membahas tentang
       pokok ini.

Prinsip-prinsip perkawinan Kristen:
1.    Perkawinan Kristen adalah perkawinan monogami.
Perkawinan adalah antara seorang pria dan wanita (Kej. 1:26-28). Jadi perkawinan yang sesuai Alkitab adalah perkawinan antara satu laki-laki dan satu perempuan. Sebab itu kekristenan menolak dengan tegas segala bentuk poligami maupun perceraian.
2.    Prioritas utama adalah pasangannya.
Kata “meninggalkan” (kej.2:24-25) bukan hanya tentang perubahan tempat, melainkan lebih tentang perubahan prioritas-prioritas dan kewajiban-kewajiban. Kewajiban utama seorang suami tidak lagi kepada orang tuanya, tetapi beralih kepada istrinya. Maksudnya, istrinya harus didahulukan daripada ibu dan ayahnya.
Laki-laki harus menempatkan istrinya sebagai prioritas utama dalam hidupnya. Bahkan ketika mereka dikaruniai anak, istri harus tetap menjadi yang terutama, baru setelah itu anak-anak. Prinsip yang sama juga berlaku bagi seorang istri. Ia harus mendahulukan suaminya melebihi keluarga atau anaknya sendiri.
3.    Menjadi satu dalam segalanya.
Kata “menjadi satu daging” (Kej.2:24-25) memberi makna bahwa hubungan laki-laki dan perempuan sebagai satu daging berbeda dari hubungan orang tua dan anak. Menjadi satu daging berarti ” bersatu, atau melekat dengan istrinya”. Maksudnya mengacu pada hubungan yang tetap dan permanent tak terpisahkan antara suami dan istri dalam segala hal, baik aspek keintiman, seksual, komunikasi, keuangan, dsb.
4.    Perkawinan merupakan relasi yang sepadan (Kej.2:18)
Sejak awal dunia, Allah telah menetapkan bahwa hubungan laki-laki dan perempuan adalah hubungan yang sederajat, seimbang dan sepadan. Hawa tidak diciptakan lebih rendah kedudukannya daripada Adam. Hawa justru menjadi penolong bagi Adam. Prinsip ini harus direnungkan dalam-dalam. Meskipun mungkin seorang pria kedudukannya lebih tinggi, lebih kaya, dsbnya, namun Allah menuntut bahwa ia harus menghargai istrinya sebagai pasangan yang sepadan. Begitupun sebaliknya.(Amsal 18:22; Pengkhotbah 4:9)
Acapkali masalah yang terjadi dalam rumah tangga diakibatkan oleh salah satu pasangan yang meremehkan pasangannya, menganggapnya lebih rendah, sehingga ia merasa berhak untuk mendominasi rumah tangga.
5.    Perkawinan berakhir sampai maut yang memisahkan (Roma 7:2)
Kapankah perkawinan berakhir? Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa perkawinan hanya dapat berakhir saat salah satu pasangan meninggal dunia. Artinya, Firman Tuhan menyatakan bahwa perkawinan Kristen adalah perkawinan yang berlangsung seumur hidup sampai maut memisahkan.
Tiga Unsur Pembangun Keluarga yang Kuat
1.    Komunikasi yang jelas dan transparan antara suami istri
2.    Hidup dalam kasih sayang dan cinta  yang bergairah antara suami dan istri.
3.    Hidup dalam komitmen bahwa perkawinan adalah ikatan seumur hidup yang harus dihormati.
Apabila 3 unsur diatas dilakukan dengan sungguh , maka sebesar apapun gelombang dan arus kehidupan menerpa, keluarga Kristen yang dibentuk akan tetap tahan menghadapinya. Jadikanlah Tuhan Yesus sebagai pusat kehidupan keluarga, beribadahlah dengan sungguh dan setia, maka Dia akan memberkati keluarga yang kita bangun (Ulangan 28:1-14).
Apabila yang mendasari pernikahan kita adalah penampilan fisik, kekayaan, kepandaian, kepribadian yang menarik, maka semuanya itu akan berubah dengan berjalannya waktu. Hal-hal tersebut tidak bisa dijadikan dasar yang kokoh dalam suatu pernikahan.
Begitupun dengan nafsu terhadap penampilan fisik , karena nafsu hanya sibuk memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Sebab itu kita harus memiliki dasar yang benar agar pernikahan kita didasari dengan sesuatu yang benar dan langgeng.
Tuhan memberikan kepada kita contoh kasih yang sempurna, ketika AnakNya yang tunggal  disalibkan karena kasihNya yang begitu besar kepada manusia. Dan ketika Yesus Kristus diterima  dalam hati manusia , maka kasih sejati  yang luar biasa itu akan melimpah dalam diri manusia tersebut.

Pada dasarnya ada empat  kasih yang ada di dunia ini:
1.    Kasih Eros
Di dalam kasih eros ada perasaan, emosi dan nafsu. Adalah wajar  jika dalam setiap orang ada kasih eros terutama terhadap lawan jenis. Tetapi kasih ini sangat tidak stabil, mudah berubah. Hanya dengan kasih Allah, setiap orang bisa mengontrol kasih eros ini.
2.    Kasih Philia
Kasih ini adalah kasih persaudaraan yang di dalamnya ada emosi dan kesetiakawanan(Ibrani 13:1). Kasih ini pun tidak stabil , buktinya dapat terjadi permusuhan antar teman/sahabat.
3.    Kasih storge
Kasih ini merupakan kasih karena ikatan darah dalam keluarga, contoh kakak adik,  ibu dan anak, ayah dan anak. Namun kasih ini tidak cukup stabil karena dalam suatu keluargapun tidak menutup kemungkinan terjadi perpecahan.
4.    Kasih Agape
Kasih ini adalah kasih yang tertinggi, karena di dalamnya ada kasih Ilahi. Kasih ini hanya dimiliki oleh orang yang sudah menerima kasih sejati yang ada di dalam Kristus.  Kasih ini yang memungkinkan pasangan suami istri akan tetap saling menerima, saling menghargai dan saling mengasihi sampai maut yang memisahkan.
Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya.( Maleakhi 2:15)
Lebih baru Lebih lama